Scroll untuk membaca artikel
Agung Sandy Lesmana
Rabu, 28 Agustus 2019 | 11:43 WIB
Terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak menolak menandatangani berkas pidana tambah kebiri kimia di Lapas Klas IIB Mojokerto. [misti/beritajatim]

SuaraJatim.id - Pihak keluarga tidak sepakat terkait rencana hukuman kebiri kimia untuk mengeksekusi terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak, M Aris (20). Malahan, keluarga meminta agar Aris bisa menjalani rehabilitasi lantaran dianggap tidak normal.

“Keluarga tidak setuju atas hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan kepada adik saya. Kondisi adik saya ini tidak normal. Setahu saya kalau orang yang tidak seratus persen itu ada hukumannya sendiri. Kalau dia ini normal tak mungkin melakukan hal semacam ini,” kata kakak pertama Aris, Sobirin (33) seperti dikutip dari Beritajatim.com, Rabu (28/7/2019).

Dia meminta hukuman kebiri yang diberikan kepada adiknya tersebut tidak diberikan karena kondisi Aris dianggap tidak normal. Keluarga berharap ia mendapatkan rehabilitasi.

“Saya masih ingat, patokan dari pihak dokter pada saat menyatakan adik saya normal itu hanya karena dia bisa naik sepeda motor. Karena adik saya bisa naik motor dia dianggap normal, padahal dia bisa naik sepeda motor itu diajari oleh teman-teman di tempat kerjanya. Bukan dari keluarga,” katanya.

Baca Juga: Calon Terpidana Kebiri Pertama di Indonesia, Aris: Saya Minta Hukuman Mati

Rumah kediaman terpidana Aris, predator anak di Mojokerto. Jawa Timur. (Beritajatim.com).

Padahal, dalam sehari-hari banyak masyarakat sekitar mengatakan dia memiliki kelainan alias tidak normal sehingga dikucilkan dari lingkungan. Dia mencontohkan, di saat sendiri ia akan berjalan dan berbicara sendiri. Meski saat ditanya, ia kadang menjawab.

“Yang paling sering itu dia (Aris) tiduran di teras masjid, kemudian bermain mobil-mobilan dan berimajinasi film kartun Naruto. Ya bersikap seperti anak kecil, wong di tengah-tengah masyarakat saja dia dikucilkan makanya dia banyak memiliki teman di luar,” jelasnya.

Terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak tersebut hanya mengenyam pendidikan hingga kelas IV Madrasah Ibtidaiyah (MI). Selain faktor ekonomi, dia tidak normal. Hingga kelas IV, dia tidak bisa baca maupun menulis. Namun dia pandai menggambar.

“Dari empat bersaudara hanya saya (anak pertama, red) yang normal. Adik perempuan saya kedua juga mengalami hal yang sama dengan Aris sehingga hanya saya yang berkeluarga, semua belum punya keluarga. Semua saya yang memperhatikan mereka,” tegasnya.

Setelah ditinggal meninggal ibunya lima tahun lalu, anaknya pergi meninggalkan keempat anaknya. Padahal sebelumnya, ibunya lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Praktis, Sobirin yang mengurusi ketiga adiknya tersebut.

Baca Juga: Tolak Kebiri, Komnas Ham: Masak Hukumannya Balik ke Era Jahiliyah

“Keluarga hanya bisa berdo’a yang terbaik buat adik saya, semoga dia tidak di kebiri melainkan bisa mendapatkan pengobatan agar cepat sembuh. Ya rehabilitasi karena dia tidak normal,” harapnya.

Sekadar diketahui, Pengadilan memutuskan Aris bersalah melanggar Pasal 76 D junto Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pemuda tukang las itu dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Aris dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri kimia. Hukuman kebiri merupakan pertimbangan dan keputusan para hakim di PN Mojokerto. Putusan perkara perkosaan yang menjerat Aris, naik banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya.

JPU menilai putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan hakim PN Mojokerto, terlalu ringan dibanding tuntutan yang diajukan jaksa. PT Surabaya akhirnya menjatuhkan putusan yang memperkuat putusan PN Mojokerto. Muh Aris sebelumnya didakwa melakukan perkosaan terhadap sembilan anak gadis di wilayah Kabupaten dan Kota Mojokerto.

Aksi pemuda itu dilakukan sejak tahun 2015 dengan modus mencari korban usai pulang kerja. Salah satu aksinya terekam perangkat CCTV pada Kamis (25/10/2018) di wilayah Prajuritkulon Kota Mojokerto sebelum akhirnya diringkus polisi pada 26 Oktober 2018 lalu.

Load More