Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Sabtu, 21 September 2019 | 11:55 WIB
Seorang pasien sedang dalam pengobatan Ningsih Tinampi di tempat praktiknya di Pasuruan, Jawa Timur. [Suara.com/Achmad Ali]

SuaraJatim.id - Pengobatan alternatif Ningsih Tinampi semakin diburu orang. Sejak viral di media sosial, mantan pegawai pabrik rokok di Pasuruan Jawa Timur itu kewalahan menangani pasien yang mengantre hingga ribuan orang.

Ningsih sendiri mengaku pengobatan alternatif yang dilakukannya murni untuk membantu orang yang membutuhkan pertolongannya. Ia sendiri tak mematok tarif yang besar dan tidak dapat dijangkau oleh pasiennya.

Namun ada kategori pengobatan yang membedakan tarif. Jika pasien yang berobat tidak membutuhkan waktu panjang untuk penyembuhan, tarifnya hanya Rp 300 ribu. Tetapi, jika ada yang tidak mampu akan digratiskan.

"Pasien hanya menyiapkan uang Rp 300 ribu. Kalau tidak mampu saya gratiskan," kata Ningsih Tinampi kepada Suara.com.

Baca Juga: Viral Pengobatan Ningsih Tinampi, Daftar September 2019 Antrean Hingga 2020

Sedangkan untuk pasien yang harus lepas tali pocong, tarifnya akan dipatok lebih tinggi mencapai Rp 5 juta. Tarif tersebut, pasien akan mendapatkan pengobatan secara bertahap. Mulai dari lepas tali pocong, pembersihan hingga penyembuhan.

"Ada tahapan untuk pengobatan pasien yang lepas tali pocong. Dan tarifnya bisa sampai lima juta lebih," kata salah satu pegawai Ningsih Tinampi Huda.

Lebih lanjut Huda menjelaskan, pengobatan dengan cara lepas tali pocong adalah pasien yang terkena santet atau teluh yang penangannya serius.

"Jadi pasien tersebut diguna-guna orang. Pasien dibikin sakit dan susah disembuhkan karena penyakitnya seperti diikat atau nempel di tubuh pasien. Untuk itu harus dilepas lebih dulu baru disembuhkan," jelasnya.

Huda mengatakan, setiap hari selalu ada pasien lepas tali pocong. Rata-rata pasien yang berobat 80 persen karena penyakit nonmedis.

Baca Juga: Pasien Indonesia Butuh Akses Layanan Pengobatan yang Bermutu

"Pasien yang berobat bermacam-macam penyakitnya. Mulai dari medis sampai nonmedis. Tapi yang paling banyak pasien nonmedis," katanya.

Load More