Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Rabu, 29 Juli 2020 | 16:36 WIB
Perajin Kendang Jimbe di Kota Blitar. [Suara.com/Farian]

SuaraJatim.id - Sempat mandek total selama dua bulan, pasca pengumuman Pandemi Covid-19, perajin kendang jimbe di Blitar kini mulai kembali bergeliat. Pangsa pasar kendang luar negeri pun mulai dibuka meski jumlah permintaan tak sebesar sebelum pandemi.

Seorang perajin kendang jimbe di Blitar Sugeng Hariyanto mengaku, pada era adaptasi kebiasaan baru (AKB), sejumlah pengrajin juga mulai menerima dan mengirim orderan ke Tiongkok. Namun, kabar tersebut tak sepenuhnya baik karena harga yang dipatok anjlok.

"China harganya anjlok. Memang dianjlokan, alasannya buyer dampak corona. Akhirnya mereka punya bargain yang lebih kuat, rendah. Daripada ndak beli lebih baik dijual murah," ujar Ketua Paguyuban Pengrajin kendang Blitar tersebut, Rabu (29/7/2020).

"Contoh kalau ukuran 60 centimeter, dulu Rp 190 ribu sampai Rp 200 ribu sekarang Rp 165 ribuan, turunnya segitu. Mulai produksi paling dua mingguan ini. Sebelumnya stok lama sudah berhenti, cari pasar baru, terus sekarang sudah produksi dikit-dikit," sambungnya.

Baca Juga: Produk UMKM Bisa Masuk BUMN untuk Putar Roda Perekonomian

Sugeng mengaku, memilih untuk tidak melayani pembeli dari Tiongkok karena harganya tak mampu mengembalikan modal yang dikeluarkan. Ia lebih memilih mancari pangsa pasar negara lain. Hasilnya, negara yang sudah memesan ialah Vietnam dengan jumlah 100 unit. Selain Vietnam, pasar dalam negeri terus ditelateni Sugeng agar produksi kendang jimbe terus berlanjut.

Sebelum Pandemi Virus Corona, lanjutnya, pada Juli hingga Agustus menjadi puncak orderan perajin kendang. Dalam seminggu, Sugeng pernah mengirim 10 kontainer kendang ke negara Tirai Bambu.

Semenjak pandemi berlangsung, tak sedikit perajin kendang yang putar haluan. Dari sekitar 100 perajin di Kawasan Blitar Raya, kini tersisa 12 orang saja termasuk Sugeng. Dia juga mengemukakan, sebelum Pandemi Covdi-19, ada 50 orang yang dipekerjakannya. Kini, lanjutnya, hanya tersisa lima orang itupun tak bekerja tiap hari.

"Sisanya ada yang ternak ikan koi, pindah usaha lain. Banyak yang gulung tikar," ujarnya.

Sugeng menambahkan, untuk produksi hanya dilakukan sesuai pesanan saja. Dia tak berani memproduksi lebih karena perputaran uang masih belum stabil.

Baca Juga: BRI Sinergikan Ekosistem Pasar, Digital dan Desa untuk Akselerasi UMKM

"[Produksi kendang] jimbe perhari sesuai pesanan. Ndak berani nyetok. Misal dapat 100 ya produksi segitu karena ndak berani spekulasi pasar. Nanti uangnya lari di barang ndak bisa muter," ujarnya.

Kontributor : Farian

Load More