SuaraJatim.id - Masyarakat adat suku Osing Banyuwangi memiliki satu tradisi cukup unik, yakni kawin colong. Kawin colong merupakan tradisi menikah dengan membawa lari pasangan terlebih dahulu.
Kawin colong terjadi pada pasangan yang saling mencintai, namun salah satu atau kedua orangtua tak sepakat. Bisa karena sudah dijodohkan atau beda status sosial. Karena tak direstui, sang jejaka dan sang gadis sepakat bahwa pada hari tertentu sang jejaka akan membawa lari sang gadis.
Ketika melaksanakan colongan 'mencuri gadis', sang jejaka biasanya ditemani oleh salah seorang kerabatnya yang mengawasi dari jauh. Dalam waktu tidak lebih dari 24 jam sang jejaka harus mengirim seorang colok, yaitu orang yang memberitahu keluarga sang gadis bahwa anak gadisnya telah dicuri untuk dinikahi.
Orang yang dijadikan colok tentu saja sosok yang mempunyai kelebihan dan kepandaian serta dihormati. Utusan (colok) akan memberitahu orang tua sang gadis bahwa anak gadisnya telah dicuri dan tinggal di rumah orang tua sang jejaka melalui ungkapan 'sapi wadon rika wis ana umahe sapi lanang, arane six'. Yang dimaksudkan sapi wadon adalah sang gadis dan sapi lanang adalah sang jejaka.
Ketika mendapati pemberitahuan demikian, pihak orang tua sang gadis yang semula kurang setuju biasanya tidak akan menolak karena beranggapan anak gadisnya tidak suci lagi. Kedua belah pihak kemudian mengadakan pembicaraan untuk merundingkan pernikahan mereka.
Pada dasarnya, ada beberapa tahapan dalam tradisi kawin colong ini. Antara lain:
Bakalan
Merupakan sebutan bagi seorang laki-laki dan perempuan yang saling mencintai. Dalam bahasa Indonesia bakalan disebut dengan istilah pacaran.
Bakalan ini dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berkunjung ke rumah perempuan tanpa ditemani oleh orang tuanya.
Baca Juga: PPKM Darurat, Satgas COVID-19 Banyuwangi Targetkan Vaksinasi 21 Ribu Setiap Hari
Bahkan, orang tua tidak mengetahui kalau sang anak sedang atau telah melakukan kesepakatan dengan kekasihnya untuk melakukan kawin colong.
Sedangkan waktu yang dipilih untuk bakalan tersebut setelah isya’ yaitu pukul 20.00 WIB hingga 22.00 WIB dan tak jarang juga sampai larut malam.
Nyolong
Setelah ada kesepakatan antara laki-laki dan perempuan, maka mereka akan melakukan aksi drama kawin colong.
Nyolong atau melayokaken merupakan tindakan seorang laki-laki melarikan seorang gadis yang dicintainya.
Proses ini melalui persiapan matang agar tidak terjadi kesalahpahaman, yakni mulai dari kesiapan sang gadis hingga sampai pengutusan colok.
Selain itu, membutuhkan dukungan penuh dari pihak kelurga perempuan yang tidak mempunyai kesepahaman dengan orang tuanya.
Jadi, dengan cara ini semuanya akan tertata dengan rapi, kapan waktu yang tepat untuk nyolong dan dimana perempuan itu akan di tempatkan.
Ngutus Obor (colok)
Bagi orang tua perempuan, digambarkan seakan sedang mengalami musibah “kepetengen” (Kegelapan) saat kehilangan gadisnya.
Oleh karena itu, diutuslah seseorang untuk “menerangi” (Colok) keluarga pihak perempuan dalam selang waktu 24 jam.
Seorang Colok, dipilih yang mempunyai kecakapan berbicara dan berargumentasi.
Colok kadang juga diambil dari tokoh masyarakat setempat, agar kehadirannya tidak menimbulkan kemarahan dari pihak perempuan.
Ngempotaken
Hal yang harus diperhatikan juga oleh calon pengantin lebih-lebih calon pengantin perempuan, bahwa sebelum melaksanakan munggah kawin mereka tidak boleh pergi keluar rumah sendirian.
Sebagai-mana ungkapan, “lek/bengiro ojok menyang adoh-adoh, melaku kudu onok hang ngetutaken, soale nanggung paes arepa dadi ratau”.
Ungkapan Ini merupakan wanti-wanti bagi kedua mempelai untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Munggah kawin
Merupakan proses akad nikah yang dilakukan oleh kedua mempelai laki-laki dan perempuan dengan dihadiri orang tua kedua belah pihak, sanak kerabat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan para tamu undangan.
Tahapan ini dilaksanakan sebagaimana pernikahan umumnya, baik nikah colong ataupun nikah normal.
Proses ini dilasanakan tidak mengenal waktu baik siang harimau pun malam hari, tapi umumnya masyarakat lebih memilih siang hari.
Surup
Surup adalah tahapan iring-iringan mempelai sebelum berada di atas kuade. Pada tahapan ini, kedua mempelai dinaikkan pada sebuah kereta kencana dengan disertai arakan terbang.
Neng kuade
Merupakan istilah yang digunakan untuk kedua mempelai yang duduk di atas pelaminan, atau dalam bahasa kita disebut resepsi.
Kontributor: Fisca Tanjung
Berita Terkait
-
PPKM Darurat, Satgas COVID-19 Banyuwangi Targetkan Vaksinasi 21 Ribu Setiap Hari
-
Sejumlah Pedagang Positif Covid-19, Pasar Banyuwangi 'Lockdown'
-
Kades di Banyuwangi Tagih Janji Motor Baru Dianggap Melukai Hati Nurani
-
Wakil Bupati Banyuwangi Sugirah Terpapar Covid-19
-
Tagih Janji Bupati, Para Kades di Banyuwangi Minta Ganti Motor Baru
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Khofifah Ajak Masyarakat Ramaikan Moto2 Mandalika: Dukung Mario Aji
-
Resmikan Mandiri Private Office Surabaya, Bank Mandiri Akselerasi Layanan Wealth Management
-
Kualitas BBM Pertamina Buruk? Begini Cara Lapor
-
Kisah Ashabul Qaryah dalam Surat Yasin: Pelajaran Berharga dalam Dakwah yang Penuh Tantangan
-
Rahasia Surat Yasin: Benarkah Ampuh Memperlancar Jodoh? Ini Penjelasannya