Bagi Zakiyah, rasanya memang kurang pas apabila siswa dibebaskan sama sekali dari pekerjaan rumah. Dia khawatir anak tidak mau belajar karena tidak ada PR.
Apalagi anak-anak zaman sekarang banyak yang kecanduan gadget. Jika liburan atau sudah mengerjakan PR, waktunya lebih banyak digunakan bermain game atau membuka aplikasi lainnya di ponlsenya.
Pro dan kontra
Kebijakan tidak memberikan PR kepada siswa tersebut mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Seperti halnya dari Ketua Komisi D Bidang Pendidikan DPRD Surabaya Khusnul Khotimah yang menyebut kebijakan itu selaras dengan masukan-masukan yang sudah disampaikan para guru ngaji, saat melakukan reses beberapa waktu lalu.
Saat reses, para guru Taman Pendidikan Al Quaran (TPA) memberikan masukan agar sekolah tidak lagi memberikan tugas-tugas sekolah atau PR secara terus-menerus dalam kurun waktu satu pekan. Alasannya, karena banyak siswa yang akhirnya tidak bisa datang ke masjid atau mushalla untuk mengaji dengan alasan kelelahan di sekolah atau sedang menyelesaikan tugas sekolah di rumah.
Bagi Khusnul, pembentukan karakter tidak hanya bisa dilakukan di rumah atau sekolah saja, namun juga bisa dilakukan di TPA di masjid atau mushalla. Anak-anak yang mengaji di masjid dan mushalla juga turut memberikan sumbangsih untuk pembentukan karakter tersebut. Itu artinya secara tidak langsung juga mampu meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berilmu dan takwa (berimtak) serta berilmu pengetahuan dan teknologi (beriptek).
Bahkan, dalam sebuah kesempatan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, selama ini masih banyak sekolah yang belum mengimplementasikan proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan.
Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak guru yang memberikan PR kepada siswanya dalam jumlah yang banyak selama belajar secara daring. Menteri Pendidikan mengimbau agar guru tidak berorientasi terhadap kuantitas bahan pembelajaran yang diberikan kepada siswa, melainkan lebih fokus pada kualitas materi yang disajikan, serta lebih pada pemberian bimbingan meskipun pembelajaran dilakukan secara daring.
Tidak hanya itu, kebijakan tersebut salah satu bentuk dari program Merdeka Belajar. Nadiem menuturkan, bisa jadi tidak mungkin tidak ada PR bagi siswa. Namun, kegiatan penggantinya dapat mengasah pendalaman karakter tersebut.
Baca Juga: Rute Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Stasiun Mana Saja yang Bakal Dilewati?
Nantinya, sisa waktu siswa sepulang sekolah dengan demikian dapat diisi dengan kegiatan selain drilling materi pelajaran. Contohnya aja project-based learning, dilanjutkan di rumah. Itu juga bagian dari PR.
Meski demikian, Pakar Pendidikan sekaligus Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Dr. H. Muchlas Samami mempertanyakan kebijakan itu. Menurut dia, karakter bukan jadi topik sendiri, melainkan melekat pada apa yang dikerjakan siswa.
Bahkan, di mata pelajaran PPKN juga ada pendidikan agama, olahraga hingga pendidikan karakter serta kerja sama. Pendidikan karakter telah diintegrasikan di semua mata pelajaran. Contohnya guru fisika juga memberikan pendidikan karakter disiplin, kerja keras, kerja kelompok dan tidak diteorikan.
Prof Muchlas menjelaskan, pendidikan karakter yang bagus itu namanya school culture. Kalau sekolahannya itu bersih, gurunya santun, jamnya tertib, anak juga ikut bersih, santun dan tertib. Menurut dia, kerja keras, kerja kelompok, kerja sama itu bukan teori, sehingga dia tidak sependapat ada pelajaran karakter berdiri sendiri. Meski itu ke integrasi pelajaran, semua guru berkarakter dan semua pelajaran diberikan ruh karakter.
Untuk itu, Prof Muchlas menyarankan, saat menghapus PR jangan hanya PR-nya saja, melainkan juga beban-beban yang dihapuskan, termasuk yang ada di sekolah. Misalnya, kenapa anak menghafalkan. Tetapi bagaimana siswa menggunakan waktu seefisien mungkin.
Jika membedah kurikulum, maka ada beberapa mata pelajaran seperti halnya hormat pada orang tua, maka ilmu agama dan PPKN mengajarkan. Bagi dia, ada PR tidak apa-apa, sepanjang PR-nya bagian kegiatan sekolah tidak apa-apa dan juga tidak memberikan beban di luar itu.
Berita Terkait
-
Rute Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Stasiun Mana Saja yang Bakal Dilewati?
-
Momen Mencekam Pemain Persebaya Keluar Kanjuruhan: Selebrasi Kemenangan Berubah Jerit dan Tangisan
-
24 Tahun Joko Kendil Naik Macan Putih Berkelana Keliling Jawa, Tahun 2025 saatnya Cari Jodoh
-
Kembali Turun ke Jalan, Aremania Bawa Keranda: Bayar Air Mata Kami dengan Keadilan
-
4 Tim Liga 1 yang Setuju Gelar KLB PSSI, 2 Klub Berstatus Pendiri Federasi
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
Terkini
-
BRI Perkuat Kinerja Lewat Layanan Emas dan Digital Tring!
-
Gunung Semeru Ditutup Total Usai Erupsi, Ratusan Pendaki Bertahan di Ranu Kumbolo!
-
Status Gunung Semeru Level Awas! Warga Diminta Jauhi Zona Berbahaya
-
Gunung Semeru Meletus, Kolom Abu Capai 2.000 Meter!
-
CEK FAKTA: Puan Gandeng Anies Baswedan di Pilpres 2029, Benarkah?