SuaraJatim.id - Sekitar 70 ton dari 290 ton limbah medis di Indonesia terbengkalai tak bisa dikelola setiap harinya. Padahal, sebanyak 2.820 rumah sakit dan 9.884 puskesmas di Indonesia selalu menghasilkan timbunan limbah medis tiap hari. Belum lagi klinik, unit tranfusi dan apotik yang menghasilkan limbah medis.
Sementara, jasa pengelolaan limbah medis yang berizin di Indonesia baru ada sepuluh perusahaan. Pun itu milik swasta dan tidak ada satupun milik pemerintah daerah.
"Sepuluh pengelola limbah medis yang ada baru mampu mengelola limbah sekitar 170-an ton per hari," ujar Direktur Kesehatan Lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Imran Agus Nurali di Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Kamis (15/8/2019) sore.
Sementara di tingkat RS, hingga kini baru ada 87 RS yang memiliki alat incinerator. Alat ini digunakan untuk mengolah limbah medis dengan kapasitas 60-an ton per hari.
Baca Juga:Warga Temukan Limbah Medis Berbahaya di Sungai Ciliwung
Karenanya banyak RS, puskemas, klinik dan apotik yang tergantung pada pihak ketiga dalam pengelolaan sampah medis. Sejumlah RS harus menggelontorkan anggaran sekitar Rp 1 miliar per tahun untuk mengelola limbah medis mereka.
Bila sampah medis tak dikelola dengan baik atau dibuang sembarangan, maka akan berdampak pada pencemaran lingkungan. Bahkan dalam jangka panjang bisa menimbulkan kanker.
"Kuman atau bakteri yang disebabkan limbah medis susah untuk diberikan antibiotik," katanya.
Karena itu kemenkes bersama dengan kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong pemerintah provinsi untuk melakukan pengelolaan limbah medis berbasis wilayah bekerjasama dengan pihak swasta. Selain itu, diharapkan RS bisa memilah limbah medis mereka sejak awal untuk mengurangi kapasitas limbah yang masuk ke incinerator.
"Rumah sakit diharapnan menggunakan teknologi pengelolaan sampah tanpa incinerator. Misalnya memakai microwave yang dapat mengurangi volume limbah medis di pihak ketiga," katanya.
Baca Juga:Dugaan Limbah Medis Didaur Ulang Jadi Mainan, Ini Tanggapan ARSADA
Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia Gardenia Partakusuma menjelaskan, sebenarnya kerja sama dengan transporter atau pihak pengangkut dan pengolah limbah bisa dilakukan. Sebab ada 100 transporter berijin dan 10 pengelola limbah medis yang memiliki ijin.
"Jadi sisa limbah medis yang tidak bisa dikelola tidak perlu dibakar di pabrik semen," ujarnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi