SuaraJatim.id - Indonesia memiliki banyak suku dengan budaya dan tradisi beragam. Salah satu suku yang dikenal kental dengan tradisi dan budaya ialah Suku Jawa.
Masyarakat Jawa memang memiliki banyak tradisi local wisdom yang hingga kini masih dilestarikan di beberapa daerah. Mulai dari tradisi kelahiran, pernikahan hingga kematian. Salah satunya yakni tradisi Brobosan.
Tradisi Brobosan biasa dilakukan ketika upacara kematian. Brobosan berarti menerobos, yaitu jalan bergantian sebanyak tiga kali di bawah keranda atau peti jenazah yang sedang diangkat tinggi-tinggi. Dimulai dari sebelah kanan, ke sebelah kiri, ke depan, hingga kembali ke sebelah kanan.
Para kerabat dan tetangga akan membantu menyiapkan ubo rampe, makanan dalam sesaji atau sajen. Setelah ubo rampe selesai disiapkan, akan ada pidato dari perwakilan pihak keluarga.
Baca Juga:Video Ritual 'Brobosan', Lewat di Bawah Keranda Ini Malah Bikin Senyum-senyum
Pidato berisi ucapan maaf mewakili seseorang yang meninggal, bila semasa hidupnya pernah memiliki salah. Kemudian, pidato diakhiri dengan doa dan brobosan.
Brobosan bertujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat melupakan kesedihan yang mendalam. Semua keluarga akan berkumpul dan melakukan ritual ini sebagai perpisahan terakhir sebelum jenazah dimakamkan. Dengan harapan, semua keluarga bisa benar-benar merelakan kepergian.
Ritual ini juga sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada jenazah untuk melepasnya ke alam keabadian. Tak hanya penghormatan untuk jenazah, tetapi juga untuk leluhur yang sudah meninggal lebih dulu.
Masyarakat Jawa percaya bila melakukan ritual ini akan mendapat berkah, atau tuah dari orang yang meninggal.
Ritual upacara adat ini dilakukan di halaman depan rumah orang yang meninggal, sebelum jenazah diberangkatkan ke tempat peristirahatan terakhir.
Baca Juga:Heboh Isu Makhluk Gaib Misterius Keranda Terbang, Apa Itu Lampor?
Pelaksanaannya dilakukan oleh keluarga terdekat, dan dipimpin oleh anggota keluarga laki-laki yang paling tua dengan cara merunduk di bawah keranda jenazah.
Kemudian, mereka mengelilingi sebanyak 3 kali atau 7 kali searah jarum jam. Makna dari tradisi ini adalah penghormatan terakhir dari keluarga yang masih hidup kepada jenazah.
Sementara makna lain, tradisi ini diyakini agar semua kebaikan yang ada di dalam diri jenazah semasa hidup akan menurun ke anak cucunya kelak jika melakukan tradisi Brobosan tersebut.
Tradisi ini lekat dengan kebijakan orang Jawa, yang merujuk pada sikap bakti terhadap orang tua atau leluhurnya. Keluarga terdekat seperti anak dan cucu melakukan brobosan berdasarkan pepatah Jawa "mikul dhuwue mendhem jero" yang berarti senantiasa menjunjung tinggi dan mengingat jasa orang yang telah tiada.
Kontributor : Fisca Tanjung