SuaraJatim.id - Bank titik atau rentenir kian meresahkan di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Tidak sedikit warga yang terjerat lintah darat itu berdampak pada hancurnya hubungan rumah tangga.
Ya, praktik memberikan pinjaman dengan bunga berlipat ganda itu sedang mewabah dua desa di Jember. Guna memuluskan praktik kotornya, para rentenir mengaku sebagai koperasi.
“Kebanyakan yang beroperasi bukan koperasi sebenarnya. Istilahnya bank titil. Bunganya terlalu mencekik. Dari pengambilan sampai lunas, bisa 50 hingga 100 persen,” kata, Kepala Desa Sukoreno, Kecamatan Kalisat, Wawan Rusmawadi, mengutip dari Beritajatim.com, Selasa (15/3/2022).
Akibat peredaran bank titik, Kades Wawan menerima banyak keluhan dari warganya. Bahkan ia memperkirakan ada 30 persen warga menjadi korban rentenir berkedok koperasi itu. Sedangkan jumlah warga Desa Sukoreno sekitar 4.000 jiwa.
Baca Juga:Warga Puger Jember Gempar Ada Anak Sapi Alias Pedet Lahir dengan Mulut Bercabang Tiga
"Ada warganya yang bercerai gara-gara punya utang melebihi kemampuan finansial pribadi dan tanpa persetujuan suami. Ada yang terpaksa bekerja ke luar negeri (untuk melunasi utang),” katanya.
Pemerintah Desa Sukoreno sudah berulang kali mengingatkan warga agar tak berutang kepada koperasi yang berpraktik lintah darat itu.
“Tapi mau bagaimana lagi, ekonominya seperti itu. Selama ini utang itu dilakukan tanpa rekomendasi kepala desa dan persetujuan suami,” kata Wawan.
Sementara, Kepala Desa Gumuksari, Kecamatan Kalisat, Sumiyati menyatakan fenomena jeratan utang koperasi rentenir juga terjadi di desanya.
“Memang banyak warga saya yang dililit utang bank titil. Utangnya bertumpuk. Satu orang bisa punya 15-20 kartu (utang),” katanya.
Salah seorang warga Gumuksari Yayuk Indrawati, mengaku terjerat bank titil lantaran berutang kepada koperasi rentenir dan untuk menutup utang kepada pihak lainnya yang sudah jatuh tempo.
Keputusan untuk meminjam uang ke rentenir itu tanpa sepengetahuan suaminya.
“Begitu tahu ya marah,” katanya.
Awalnya, Yayuk berutang untuk menambah modal usaha berjualan es. Namun tidak semua warga berutang untuk modal usaha. Sumiyati mengatakan, sebagian warga pinjam uang untuk memenuhi kebutuhan tiap hari.
“Hanya satu dua orang warga yang punya usaha,” katanya.
Sumiyati meminta agar koperasi rentenir ini ditertibkan oleh Pemerintah Kabupaten Jember.
“Koperasi yang berbadan hukum yang mana, yang tidak yang mana. Jadi bisa tahu, biar warga tidak terlilit utang terus-menerus,” katanya.
Terpisah, Kepala Bidang Kelembagaan dan Pengawasan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah, Pemkab Jember, Sartini menyarankan kepada masyarakat agar lebih hati-hati.
“Tolong dalam meminjam kepada koperasi dilihat dulu, koperasi ini ada di mana. Apakah koperasi ini termasuk koperasi primer Kabupaten Jember atau koperasi dari luar yang tak punya izin beroperasi di Jember,” katanya.
Menurut Sartini, koperasi primer Jember bisa dilaporkan ke Dinkop jika bermasalah.
“Tapi untuk koperasi di luar tanggung jawab pembinaan Dinas Koperasi Jember ya harus hati-hati kalau mau pinjam. Kalau memang tidak butuh ya jangan pinjam. Kalau mau pinjam, ke koperasi yang bisa memberi kemanfaatan dan kesejahteraan,” katanya.