SuaraJatim.id - Tahun Baru Islam, yang juga disebut Tahun Baru Hijriah, adalah hari penting bagi umat Islam yang menandai peristiwa bersejarah penghijrahan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.
Peristiwa ini menjadi titik awal perhitungan Kalender Hijriah, yang berbeda dengan kalender Masehi karena berdasarkan siklus bulan (kalender Qamariyah) dan dimulai pada tanggal 1 Muharram.
Kalender Hijriah resmi ditetapkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab setelah melalui musyawarah para sahabat, dan hijrah Nabi Muhammad SAW dipilih sebagai awal kalender karena merupakan tonggak sejarah perubahan besar dalam Islam, dari penindasan menuju kemerdekaan beragama serta pembentukan pemerintahan Islam pertama di Madinah.
Makna Tahun Baru Islam bukan hanya sekadar pergantian tahun, melainkan mengandung pesan spiritual dan moral, yaitu mengajak umat Islam untuk melakukan hijrah dalam arti spiritual dan intelektual, seperti berpindah dari kekufuran ke keimanan, meningkatkan ilmu pengetahuan, dan memperbaiki kehidupan secara menyeluruh.
Lantas, apakah boleh merayakan 1 Muharram?
Merayakan 1 Muharram pada dasarnya diperbolehkan dalam Islam, selama tidak mengandung unsur maksiat atau perbuatan yang bertentangan dengan syariat.
Berikut penjelasan lengkapnya berdasarkan pandangan ulama dan tradisi di Indonesia:
Pandangan Ulama tentang Perayaan 1 Muharram
- Sebagian ulama memperbolehkan merayakan Tahun Baru Hijriyah, seperti Syeikh Athiyyah Saqr (Al-Azhar), Buya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, dan Prof. Quraisy Syihab.
Mereka menegaskan bahwa perayaan ini boleh dilakukan selama tidak ada unsur maksiat, seperti hura-hura berlebihan, syirik, atau perbuatan tercela lainnya.
Bahkan, Prof. Quraisy Syihab menganjurkan perayaan ini sebagai upaya memperkuat ukhuwah Islamiyah dan menghidupkan spirit hijrah, dengan mengisinya melalui kegiatan positif seperti pengajian, doa bersama, santunan anak yatim, dan silaturahmi.
- Sebagian ulama lain berpendapat tidak perlu dirayakan secara khusus, karena tidak ada dalil syariat yang secara eksplisit menganjurkan perayaan tahun baru. Namun, mereka tidak melarang selama acaranya bernilai positif dan tidak melanggar ajaran agama.
Makna dan Tradisi Perayaan 1 Muharram di Indonesia
- Di Indonesia, perayaan Tahun Baru Islam 1 Muharram diwarnai berbagai tradisi lokal seperti pawai obor, pengajian akbar, doa bersama, dan kegiatan sosial.
Tradisi ini bukan bentuk kesyirikan, melainkan syiar Islam dan ungkapan rasa syukur atas datangnya tahun baru dalam kalender Islam.
- Pawai obor, misalnya, menjadi simbol cahaya, ilmu, dan harapan akan perubahan positif. Kegiatan ini juga mempererat silaturahmi dan menanamkan nilai-nilai keislaman kepada generasi muda.
- Tradisi lain seperti kenduri, doa bersama, dan pemberian santunan kepada anak yatim juga lazim dilakukan, semuanya bernilai ibadah dan sosial.
Merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram boleh dilakukan selama diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, tidak bertentangan dengan syariat, dan bertujuan mempererat ukhuwah serta memperkuat keimanan.
Tidak ada kewajiban syariat untuk merayakannya, sehingga tidak boleh menganggapnya sebagai ibadah yang disunnahkan secara khusus.
Namun, selama tujuannya baik dan caranya benar, merayakan 1 Muharram menjadi bagian dari tradisi positif umat Islam di Indonesia.
Saran untuk Merayakan 1 Muharram
- Isi dengan pengajian, doa bersama, zikir, dan kegiatan sosial.
- Hindari hura-hura, perbuatan maksiat, atau tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam.
- Jadikan momentum ini untuk refleksi diri dan memperbaiki amal di tahun yang baru.
Dengan demikian, merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram adalah boleh dan bahkan bisa menjadi sarana memperkuat iman serta ukhuwah, selama dilakukan dengan cara yang benar dan sesuai nilai-nilai Islam.