SuaraJatim.id - Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB SMA Negeri 2019/2020 di Provinsi Jawa Timur untuk jalur zonasi berbasis jarak rumah dan nilai UN yang menggunakan sistem online (daring) telah dimulai pada Senin (17/6/2019) dan akan berakhir Kamis (20/6/2019) pukul 24.00 WIB.
Dalam proses PPDB yang telah berlangsung selama dua hari tersebut, Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak (KOMPAK) Surabaya, menemukan banyak terjadi permasalah di sistem IT yang digunakan.
Koordinator KOMPAK Surabaya, Jospan mengungkapkan sistem seleksi online PPDB yang beralamat di ppdbjatim.net berkali-kali menglami kesalahan pemeringkatan. Di mana anak yang mestinya lolos pemeringkatan baik berdasarkan jarak rumah, maupun nilai UN, ternyata hilang dari daftar sementara peserta didik yang diterima.
"Sistem IT untuk seleksi yang dibangun teman-teman ITS ternyata belum siap, belum ada uji coba yang layak, sehingga saat pelaksanaan data pemeringkatannya kacau balau," ujar Jospan lewat keterangan tertulis, Selasa (18/6/2019).
Baca Juga: PPDB 2019, Ini Daftar SMA Negeri Terbaik di Jakarta Barat
Dari berbagai permasalahan yang timbul tersebut, Jospan menilai, sistem PPDB berbasis seleksi jarak tempat tinggal ke sekolah belum siap diterapkan di Kota Surabaya.
Selain itu, dari berbagai temuan dalam PPDB dua hari ini, terbukti PPDB dengan menggunakan jarak rumah sebagai pertimbangan, sangat tidak adil bagi anak dan justru tidak terbukti bahwa sistem ini betul-betul mendekatkan anak ke sekolah.
"Misal, anak yang jarak rumahnya lebih dekat hanya beberapa ratus meter ke SMA X, ternyata malah diterima di SMA Y yang jaraknya satu kilometer lebih," ujar Jospan.
Fakta lainnya, kata Jospan, anak yang jarak rumahnya hanya 500-an meter dari sekolah juga tidak diterima di PPDB, karena kuota zonasi sekolah yang dipilih telah penuh.
“Padahal anak tersebut memiliki hasil belajar yang jauh lebih baik dari anak-anak yang diterima. Lantas kemana anak-anak tersebut harus sekolah?” katanya.
Baca Juga: Di Daerah Ini PPDB Sistem Zonasi untuk SMK Tak Berlaku
Oleh karena itu, KOMPAK menuntut agar PPDB SMA Negeri di Jatim untuk dihentikan dan dilakukan evaluasi dengan mempertimbangkan kondisi sekolah yang terbatas di Surabaya dan sebarannya yang tidak merata.
“Tunda dan hentikan sistem PPDB online sampai dengan siapnya sistem dan di evaluasi dengan menerapkan prinsip yang berkeadilan melihat kondisi aktual Surabaya," tegas Jospan.
Menurut dia, mempertimbangkan berbagai masalah tersebut, tidak ada salahnya dan jauh lebih siap, baik bagi Dinas Pendidikan Jatim maupun warga Surabaya, jika kembali menggunakan sistem PPDB tahun lalu.
“Kembali ke sistem PPDB tahun lalu yang mengakomodir hasil belajar anak dan lebih berkeadilan dan sesuai hak azasi anak dalam memperoleh pendidikan berkualitas,” tukasnya.
Sementara itu, Ferry Koto dari Dewan Pendidikan Surabaya (DPS) berharap Dinas Pendidikan Jawa Timur memperhatikan berbagai permasalah yang telah muncul dari PPDB online berbasis jarak kali ini, dan segera melakukan evaluasi baik secara sistem IT maupun mekanisme seleksi.
“Karena keterbatasan jumlah SMAN di Surabaya, daya tampung yang hanya 6 ribuan, dan jumlah lulusan SMP yang mencapai 67 ribuan, maka harus dilakukan seleksi penerimaan yang berkeadilan,” kata Ferry.
Menurut Ferry, dengan terbatasnya daya tampungan SMAN di Surabaya dan sebarannya yang tidak merata di seluruh Kecamatan yang ada, maka kompetisi untuk memperoleh kesempatan belajar di SMA Negeri tidak dapat dihindari.
“Kompetisi haruslah dirancang dengan ukuran yang bersumber dari anak, bukan berdasarkan kemampuan orang tua, seperti kemampuan membeli atau menyewa rumah dekat ke sekolah. Sistem yang adil itu adalah seleksi berbasis hasil belajar anak. Yang bisa kita terima saat ini yakni hasil ujian nasional (UN),” tutur Ferry.
Selain itu, Ferry berharap sosialisasi PPDB online harus lebih gencar dilakukan Dinas Pendidikan Jatim, karena terbukti akibat kurangnya sosialisasi banyak anak yang gagal masuk SMAN karena salah dalam strategi pendaftaran.
“Ada info di kalangan orang tua yang menyebut PPDB kali ini harus cepat-cepatan daftar agar bisa diterima. Padahal faktanya sistem PPDB ini bukan menseleksi siapa yang cepat daftar, tapi berdasar jarak rumah ke sekolah untuk zonasi dan nilai UN untuk seleksi UN,” imbuh Ferry.
Berita Terkait
Terpopuler
- Profil dan Agama Medina Dina, Akan Pindah Agama Demi Nikahi Gading Marteen?
- Ngaku SMA di Singapura, Cuitan Lawas Chilli Pari Sebut Gibran Cuma SMA di Solo: Itulah Fufufafa..
- Baim Wong Terluka Hatinya, Olla Ramlan Maju Senggol Paula Verhoeven: Ego Laki Jangan Disentil Terus
- Rumah Baru Sarwendah Tersambar Petir
- Beda Kekayaan AKP Dadang Iskandar vs AKP Ryanto Ulil di Kasus Polisi Tembak Polisi
Pilihan
-
Momen Pilkada, Harga Emas Antam Langsung Melonjak
-
Pemetaan TPS Rawan di Kaltim: 516 Lokasi Terkendala Internet
-
Siapa SS? Anggota DPR RI yang Dilaporkan Tim Hukum Isran-Hadi Terkait Politik Uang di Kaltim
-
Proyek IKN Dorong Investasi Kaltim Capai Rp 55,82 Triliun Hingga Triwulan III
-
Tim Hukum Isran-Hadi Ungkap Bukti Dugaan Politik Uang oleh Anggota DPR RI Berinisial SS
Terkini
-
Khofifah Siapkan Tim Khusus untuk Kawal Suara di TPS
-
Jelang Coblosan, Tri Rismaharini Dapat Pesan dari Ponpes Sunan Derajat
-
Heboh! Viral Detik-detik Penculikan Anak di Blitar: Korban Dibujuk Beli Jajan
-
KPU Jatim: EVP Ruang untuk Bertukar Pengalaman Mengenai Pemilu
-
Tidak Netral, Kades di Situbondo Divonis 3 Bulan Penjara dengan Percobaan