SuaraJatim.id - Tiga poin revisi undang-undang KPK yang disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap oleh Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas sia-sia karena justru masih akan membunuh KPK.
Ketiga poin yang disetujui Jokowi itu berisi KPK harus ada dewan pengawas, kewenangan SP3 untuk menghentikan kasus dan status pegawai KPK diubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Ini lebih daripada pelemahan, ini pembunuhan KPK. Tiga poin setelah kita baca, masih mengandung unsur-unsur yang akibatnya malah membunuh KPK,"ucap Busyro saat ditemui di kantor DPW Muhammadiyah Jatim pada Sabtu (14/9/2019).
Busyro mengatakan keberadaan dewan pengawas di dalam tubuh KPK, justru dikhawatirkan akan membuat konflik baru. Lantaran, dewan pengawas harus dibentuk presiden yang menurut Busyro tak jauh jauh dari urusan politik dan bisnis.
Baca Juga: Tiga Pimpinan KPK 'Pamit', ICW: Presiden Jokowi Harus Temui
"Dewan pengawas itu rasionalitasnya belum bisa ditangkap, kecuali irasionalitasnya. Yaitu sebagai bentuk penyadapan," kata Busyro.
Selain itu, pergantian status pegawai KPK yang dijadikan sebagai ASN juga akan menjadikan independensinya menghilang dan tak demokratis. Bahkan, militansi sebagai pegawai KPK bisa berkurang akibat perubahan status tersbut.
"Desain KPK dengan SDM yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, hasilnya independen karena tidak ada nilai-nilai dan budaya PNS. KPK itu dibentuk menurut UU KPK, merekrut sendiri dengan basis masyarakat," jelasnya.
Busyro menceritakan pegawai KPK bisa menjadi militan dengan proses perekrutan berbasis masyarakat. Kemudian dilatih bersama Komandan Pasukan Khusus (Kopassus) untuk menjadi produk yang berintegritas dan memiliki independensi yang tinggi.
"Kita merekrut pegawai KPK dan mendesain pegawai KPK menjadi periset, analis, LKHPN, menjadi penyelidik, dan yang memenuhi syarat menjadi penyidik. Itu kemudian kita training dan trainingnya enggak main-main, secara mental dan fisik. Kita titipkan kepada Kopassus di Lembang,"ujarnya.
Baca Juga: Tak Ikut Serahkan Mandat KPK, Basaria: Tanggung Jawab hingga Desember
Apabila independensi di KPK menghilang karena status pegawai yang menjadi ASN, Busyro menganggap hal itu juga sebagai bentuk pembunuhan KPK secara halus.
"Poin ASN adalah bentuk pembunuhan KPK secara smooth, pakai kursi listrik setrum pelan-pelan. Atau pakai arsenik, ya? Pada suatu saat nanti budaya asli sebagai lembaga independen hilang. Otomatis KPK mati," kata Busyro.
Kontributor : Arry Saputra
Berita Terkait
-
Diberi Lahan Bekas, PP Muhammadiyah Buka Peluang Kembalikan Izin Tambang ke Pemerintah
-
Busyro Muqoddas Ungkap Banyak Masalah Jika Muhammadiyah Terima Lahan Tambang Bekas dari Pemerintah
-
Sejumlah Aktivis Antikorupsi Sambangi KPK, Bahas Reinkarnasi Nepotisme Di Istana Hingga Blok Medan
-
Eks Ketua KPK Busyro Muqoddas: Pemilu 2024 Penuh Kecurangan Dampak Cawe-cawe Jokowi
-
15 Eks Pimpinan KPK Peringatkan Jokowi: Presiden harus Berpegang Teguh Pada Standar Moral dan Etika
Terpopuler
- Profil dan Agama Medina Dina, Akan Pindah Agama Demi Nikahi Gading Marteen?
- Ngaku SMA di Singapura, Cuitan Lawas Chilli Pari Sebut Gibran Cuma SMA di Solo: Itulah Fufufafa..
- Baim Wong Terluka Hatinya, Olla Ramlan Maju Senggol Paula Verhoeven: Ego Laki Jangan Disentil Terus
- Rumah Baru Sarwendah Tersambar Petir
- Beda Kekayaan AKP Dadang Iskandar vs AKP Ryanto Ulil di Kasus Polisi Tembak Polisi
Pilihan
-
Lihat Jaksa di Sidang Tom Lembong Cengar-cengir, Publik Malah Kesal: Nasib Orang Dianggap Bercandaan!
-
GERKATIN: Ruang Berkarya bagi Teman Tuli
-
5 Asteroid Paling Berbahaya Bagi Bumi, Paling Diwaspadai NASA
-
Rupiah Loyo! Tembus Rp15.900 per Dolar AS, Calon Menkeu AS Jadi Biang Kerok
-
Harga Emas Antam Jatuh Terjungkal, Balik ke Level Rp1,4 Juta/Gram
Terkini
-
KPU Jatim: EVP Ruang untuk Bertukar Pengalaman Mengenai Pemilu
-
Tidak Netral, Kades di Situbondo Divonis 3 Bulan Penjara dengan Percobaan
-
Inilah Isi Tim Khusus Polda Jatim yang Ditugaskan Jaga Pilkada Sampang
-
Terungkap Bunker Milik Bandar Narkoba di Surabaya, Isinya Bikin Syok
-
Geger! Diduga Paslon Pilwali Kota Blitar Diduga Bagi-bagi Uang dan Sembako