Scroll untuk membaca artikel
Agung Sandy Lesmana
Sabtu, 04 Juli 2020 | 12:49 WIB
Warga Desa Pinggir Papas dan Warga Desa Kebundadap serta masyarakat sekitar antusias dalam mengikuti tradisi Nyadar. (Suara.com/Mohammad Madani)

Dia mengungkapkan, Nyadar memiliki tujuan mulya, yaitu menghormati jasa para leluhur utamanya Syekh Anggasuto, salah satu tokoh penyiar agama islam, yang telah banyak menanamkan nilai-nilai keagamaan bagi masyarakat pada waktu itu.

Dikatakan Ibnu, konon Syekh Anggasuto pada suatu malam melakukan Istikharah. Memohon kepada Allah, Apa yang akan dijadikannya sumber pencaharian baginya dalam menjalani hidup di daerah tersebut.

Warga Desa Pinggir Papas dan Warga Desa Kebundadap serta masyarakat sekitar antusias dalam mengikuti tradisi Nyadar. (Suara.com/Mohammad Madani)

Kemudian atas istikharah itu, Syekh Anggasuto mendapatkan petunjuk dari Allah, petunjuk itu berupa perintah semacam diminta untuk berjalan menuju pesisir pantai. Sesampainya di pesisir pantai, lalu Anggasuto melihat di bekas tapak kakinya berisi benda putih.

Lalu Anggasuto berpikir panjang, apa benda putih tersebut? Akhir kata, benda putih yang selalu menjadi pertanyaan bagi Anggasuto itu kemudian disebut dengan Buja (bahasa madura), dalam bahasa Indonesia disebut Garam.

Baca Juga: Mirip Syahrini, Penjual Rujak di Sumenep Bikin Netizen Terpesona

"Dengan begitu, diyakini oleh masyarakat penemu garam pertama kali adalah Syekh Anggasuto,” kata dia.

Seiring dengan perkembangannya, kemudian masyrakat Pinggir Papas atas bimbingan Syekh Anggasuto terus berkomunikasi bagaimana memetakan tanah untuk menjadi ladang garam. Al-hasil setelah masyarakat menemukan pencahariannya sebagai penyambung hidup yaitu dengan bertani garam.

Setelah garam-garam itu menunjukkan hasil, Anggasuto sebagai manusia yang senantiasa tidak lupa pada sang Khaliq pemberi rejeki. Maka setiap jatuh pada bulan dan tanggal musim panas (masuk musim kemarau) akan melakukan Nyadar, semacam bakti syukur atas anugerah yang diberikan Tuhan.

"Jadi begitu ceritanya asal mula adat Nyadar ini mas, meski hari ini garam sedang anjlok dan murah, namun tradisi ini tetap berjalan," ungkap dia.

Nyadar dilaksanakan 3 kali pertemuan dalam setahun, Pertama dan Kedua dilaksanakan di Desa Kebundadap dan di Desa Pinggir Papas, sedangkan yang terkahir yaitu di rumah masing-masing atau disebut dengan Nyader Bungko (rumah). Pada saat Nyadar Bengko ini, biasanya untuk malam harinya diisi dengan kesenian mocopat.

Baca Juga: Lagi, Pabrik Rokok Ditutup 14 Hari Gegara Karyawannya Positif Corona

"Pelaksanaannya dua hari, pertama Hari Jumat sore Nyekkar ke para leluhur, kemudian Sabtu pagi melakukan ritual panjhang atau membawa tumpengen ke asta asta," tambahnya.

Load More