Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Selasa, 28 Juli 2020 | 21:33 WIB
Beras bantuan dari Jokowi yang berkutu. (Suara.com/Amin)

SuaraJatim.id - Penyaluran program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kabupaten Gresik menarik perhatian polisi. Pasalnya, penyaluran program sembako Presiden Jokowi itu sesuai temuan di lapangan banyak kejanggalan.

Mulai dari kualitas beras yang tidak bagus, seperti pecah-pecah dan banyak kutunya. Hingga isi beras tidak sesuai kemasan. Di dalam kemasan beras tertulis 15 kilogram, namun setelah ditimbang beratnya hanya 14 kilogram. Ada selisih 1 kilogram.

Seperti yang diterima JM misalnya. Perempuan 58 tahun itu mengeluh jika beras yang diterima memang tidak layak konsumsi.

Selain banyak kutunya, kualitas beras sangat buruk. Tapi ia tidak berani memprotes, karena takut tidak diberi lagi.

Baca Juga: KPK Terima 824 Aduan Bansos Corona, Paling Banyak di Jakarta

“Ya begini sudah dikasih ya alhamdulillah. Tidak protes khawatir tidak diberi,” kata JM, saat ditemui di kediamannya, Senin (27/7/2020).

JM merupakan KPM dari program BPNT. Program dari Kemensos RI ini sejak Covid-19 per KPM mendapatkan bantuan sebesar Rp 200 ribu. Anggaran itu hanya bisa dirupakan dengan bahan makanan.

Persoalan lain yang menjadi sorotan, ada oknum yang mengatasnamakan wartawan, meminta agar diberi bagian dan ikut bermain menjadi supplier program sembako atau BPNT.

Oknum wartawan ini disebut sampai mengancam ingin melaporkan ke kejaksaan, jika kemauannya tidak dituruti.

“Kalau tidak membagi wilayah tak laporkan ke kejaksaan,” ungkap HH seorang supplier program BPNT yang sebelumnya pernah menjadi penyuplai agen-agen di Kabupaten Gresik, saat dihubungi melalui sambungan selulernya.

Baca Juga: Rawan Korupsi, Beberapa LSM Desak Bansos Corona Diganti Jadi BLT

Modusnya mereka datang bergerombol lalu berpura-pura melakukan wawancara. Namun pembahasannya malah mengarah pada minta jatah menjadi supplier program BPNT. Merasa terdesak akhirnya HH mengalah.

Mestinya mereka punya produk sendiri. Bukan dari mengancam,” jelasnya.

Padahal sesuai aturan dari Kemensos pembelanjaan BPNT harus dicairkan melalui e-warung.

Yaitu seseorang memiliki usaha toko kelontong yang bertempat di area tinggal keluarga penerima manfaat (KPM).

Namun ternyata anjuran itu tidak dilaksanakan. Di Gresik sendiri hingga kini tidak ada e-warung. Pembagian disalurkan melalui agen-agen, dengan disuplai dari supplier program.

Selain itu, dalam aturan KPM boleh memilih bahan makanan yang akan diambil.

Faktanya, sembako sudah dalam bentuk paketan. Jadi KPM tidak bisa memilih jika bahan makanan itu berkualitas buruk dan tidak layak konsumsi.

Seperti yang diterima JM, KPM dari wilayah Cerme. Ia menerima bantuan sembako sudah dalam bentuk paketan.

Ia mendapatkan, beras 15 Kg merk Rojo Lele, telur 10 butir atau 1/2 kg, kentang 1/4 isi 6, sayur manusan 2 buah, jeruk 1 kg, dan kacang ijo 1/4 kg. Dengan buruknya kualitas beras, JM menduga beras tersebut jika disamakan dengan harga toko kelontong harganya sangat rendah, sekitar Rp 8.500 per kilogram.

Temuan-temuan di lapangan itu lah yang menarik perhatian Polres Gresik. Unit Tipikor Satreskrim Polres Gresik sampai memanggil pihak Dinas Sosial (Dinsos) Gresik.

Pemanggilan tersebut berkaitan dengan penyaluran BPNT yang diduga terdapat berbagai permasalahan.

Diketahui, ada tiga orang perwakilan yang memenuhi panggilan tersebut. Yaitu Kabid Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinsos Gresik Sulyono, Koordinator Daerah (Korda) BPNT Gresik Suwanto, serta seorang staf.

Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Bayu Febriyanto Prayoga mengatakan masih mendalami dugaan kasus penyelewengan penyaluran BPNT. Ia belum bisa menjelaskan secara gamblang karena baru memasuki pemanggilan keterangan dari beberapa pihak yang penanggungjawab.

"Masih fokus pada regulasi dulu, lalu kami sesuaikan dengan keterangan yang disampaikan (Dinsos, red)," kata Bayu, Selasa (28/7/2020).

"Salah satunya tentang sembako atau bahan pokok yang diterima masyarakat. Dari keterangan bahwa jika ada yang rusak boleh ditukar dengan yang baru," jelasnya.

Kontributor : Amin Alamsyah

Load More