Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Minggu, 23 Agustus 2020 | 17:18 WIB
Gara-gara pandemi virus corona di Kabupaten Bojonegoro, penjual pentol (bakso) yang biasa mangkal di sekolahan terpaksa berhenti berjualan. (Suara.com/Andri Yanto)

SuaraJatim.id - Gara-gara pandemi virus corona di Kabupaten Bojonegoro, penjual pentol (bakso) yang biasa mangkal di sekolahan terpaksa berhenti berjualan. Sebab tidak ada murid sekolah.

Sebab tidak ada lagi pembeli dari kalangan pelajar. Nasib tersebut dialami Choirul Umam, Desa Temu, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Minggu (23/8/2020).

Pemuda berusia 23 tahun ini mengaku sebelum Covid-19 mewabah sudah biasa mangkal di depan sekolahan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Desanya.

"Kalau pagi jualan di depan Madrasah Ibtidaiyah. Kalau sore jualan di depan TPQ (taman pendidikan Al-Qur'an). Dari jualan pentol (bakso) saya memperoleh untung Rp 70 ribu sampai Rp 100 ribu," jelasnya.

Baca Juga: Lengkap Pakai Masker, Penari Kecak Tampil di Era New Normal Covid-19

Tetapi semenjak Covid-19 kegiatan belajar mengajar diganti dari rumah mulai 5 April 2020, lantas jualannya sepi dan membuat dia kemudian berhenti.

"Sejak kegiatan belajar diganti dari rumah, saya sudah berhenti berjualan pentol (bakso)," ujarnya.

Hilangnya sebuah pekerjaan, bukan berarti penghasilannya bakal hilang. Malahan, keadaan itu membuatnya berfikir lebih kreatif lagi.

Agar tetap memperoleh income, Umam beralih menjadi perajin layang-layang.

"Bahkan penghasilan saya dua kali lipat lebih banyak ketimbang jualan (pentol/bakso)," terangnya.

Baca Juga: Semangat Siswa di Gresik Belajar di Angkot dan Terminal

Setiap harinya, Umam mempersiapkan bambu sebagai bahan layangan atau wau. Bambu tersebut dia belah menjadi beberapa bagian bilahan.

Kemudian bilahan tersebut dihaluskan satu per satu menggunakan pisau.

"Setelahnya bilahan saya rangkai, ditali hingga menjadi kerangka layang-layang. Setiap hari saya mampu membuat 10 hingga 20 kerangka layangan," tambahnya.

Puluhan kerangka layang-layang tersebut setelah terkumpul kemudian dia kirim kepada pengepul.

Dari usaha tersebut rupanya menguntungkan sekali bagi dia. Pasalnya omzet yang diperoleh per harinya kisaran antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu, itu pun tergantung pesanan.

"Alhamdulillah cukup untuk membantu meringankan beban orangtua. Kalau ada pesanan saya buatkan. Tapi kalau tidak ada (pesanan) kerangka layangan tersebut saya kirim ke pengepul," ucapnya.

Kontributor : Andri Yanto

Load More