SuaraJatim.id - Kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau seharusnya tidak dilakukan saat situasi petani tembakau tidak sejahtera. Hal tersebut dikatakan oleh, Chairman Institute for Foods and Agriculture Development Studies (IFADS) Andi Nuhung.
Rencana pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau dinilai kurang bijaksana di saat situasi petani tembakau masih belum makmur.
Andi Nuhung menilai, tingkat kesejahteraan petani tembakau masih rendah walaupun tembakau termasuk komoditi yang menjanjikan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa komoditi lainnya.
Akan tetapi, lantaran areal yang kecil dan tidak ada subsidi, petani tembakau akhirnya kerap memperoleh margin yang kecil.
Sementara selama ini kebijakan di bidang pertanian, termasuk tembakau, sering ditujukan untuk mencapai target-target pemerintah, misalnya untuk meningkatkan penerimaan negara.
“Tetapi justru kebijakan itu relatif kontraproduktif dengan pembangunan kesejahteraan petani tembakau. Areal bertaninya sudah kecil, biaya inputnya mahal, dan dibebankan pajak/cukai tinggi lagi, pasti petani akan berteriak,” kata Andi, Selasa (10/11/2020).
Hal ini tidak sejalan dengan target pemerintah dalam sektor pertanian yakni meningkatkan kesejahteraan petani.
Dia melihat saat ini pengembangan tembakau nasional agak kendor, sehingga kebutuhan serapan tembakau tidak terpenuhi. Jika serapan rendah akibat kenaikan cukai, industri hasil tembakau pasti akan kesulitan juga karena petani akan menuntut harga tembakau dinaikkan.
“Artinya, cost-nya akan bergeser dari petani ke pabrik,” ujarnya.
Baca Juga: Ini Alasan Pemda Minta Cukai Hasil Tembakau Kenaikannya Moderat
Andi Nuhung juga mengatakan bahwa petani tembakau juga sulit untuk beralih ke komoditi lain karena bertani tembakau sudah menjadi bagian budaya turun temurun.
“Sayangnya ini sering kali tidak diperhitungkan, padahal tidak mudah untuk beralih ke komoditi lain karena petani tersebut sudah menyatu dengan budidaya tembakau, sama seperti petani padi dan petani singkong,” ujarnya.
Dia menilai pemerintah semestinya mengambil kebijakan dengan menggali pendekatan sosiologis dan budaya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
Bisa Tambah PAD, DPRD Jatim Minta Pemprov Serius Garap Potensi Pajak Tidur
-
Berangkatkan Gowes Bareng 1.000 Km Ride For Palestine, Gubernur Khofifah Serukan Pesan Perdamaian
-
DPRD Jatim Ingatkan APBD Harus Jadi Anggaran Gotong Royong, Bukan Sekadar Dokumen Teknis
-
Menang Wali Kota New York, Bisakah Zohran Mamdani Jadi Capres AS 2028?
-
Sopir Bus Resmi Tersangka Kecelakaan Bus Tulungagung, Satu Korban Tewas di Ngunut!