Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Selasa, 05 Januari 2021 | 14:05 WIB
Seorang warga Gresik sedang membeli ikan tangkapan nelayan (Foto: Timesindonesia.co.id)

SuaraJatim.id - Masyarakat diminta diet plastik dan tidak membuang limbah plastik sekali pakai di sungai Bengawan Solo dan Brantas. Dua aliran air sungai ini bermuara di wilayah laut Jawa Timur.

Apalagi hasil riset Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecoton bersama komunitas mahasiswa menemukan fakta kalau mikroplastik, serpihan atau remah-remah plastik berukuran < 5mm hingga 0,3 mm sudah mencemari air sungai Brantas, Bengawan Solo dan Kali Surabaya.

Kemudian temuan lain, biota laut di pesisir Jawa Timur kini juga sudah tercemar mikroplastik ini. Mikroplastik ditemukan dalam air laut, biota laut (ikan, udang dan kerang) dan garam di pesisir Surabaya, Gresik dan Lamongan.

Temuan mikroplastik dalam ekosistem perairan dan biota di dorong oleh banyaknya sampah plastik yang masuk ke dalam perairan.

Baca Juga: Pertama Kalinya, Ilmuwan Temukan Mikroplastik di Plasenta Manusia

Manajer Kampanye Ecoton Tonis Afrianto, mengatakan pihaknya terus mengampanyekan agar ada regulasi pelarangan penggunaan plastik sekali pakai di kota-kota atau kabupaten yang dilewati sungai Brantas dan Bengawan Solo.

"Dan Produsen harus consumer good harus didorong untuk menyediakan container khusus sachet plastik yang tidak bisa didaurulang, jika tidak dilakukan maka pesisir Utara Jawa akan tergerus oleh mikroplastik," katanya, seperti dikutip dari timesindonesia.co.id, media jejaring suara.com, Selasa (5/12/2021).

Tonis mengungkapkan, dari hasil kajiannya plastik mengandung 7 bahan berbahaya, setiap hari manusia mengkonsumsi hampir 1 gram plastik yang berasal dari air, makanan dan udara yang dihirup.

"Maka kita harus menghentikan perilaku makan plastik," ucapnya.

Temuan mikroplastik dalam ekosistem perairan dan biota disebabkan banyaknya sampah plastik yang masuk kedalam perairan. Kondisi ini dipicu tidak tersedianya sarana pengelolaan sampah pada tingkat desa.

Baca Juga: Mikroplastik Ditemukan di Plasenta, Dokter: Ini Seperti Bayi Cyborg

"Salah satu sarana yang dibutuhkan saat ini adalah keberadaan tempat sampah dan tempat sampah sementara pada tingkat desa," ungkapnya.

Dalam Undang-undang Pengelolaan Sampah 18/2008 setiap warga desa atau elurahan harus mendapatkan pelayanan pengumpulan sampah dan kewajiban Pemerintah Desa/kelurahan untuk menyediakan fasilitas Tempat pengolahan sampah Reduse, Reuse dan Recycle (TPS 3R).

Ecoton mengidentifikasikan bahwa desa yang dilalui Kali Brantas masih belum memiliki fasilitas TPS 3 R di wilayah Kecamatan Tembelang, Plandaan, Kudu, Kesamben (Jombang), kecamatan Kemlagi, Gedeg dan Jetis (Mojokerto), Kecamatan Tarik, Krian, Taman (Sidoarjo), Kecamatan Wringinanom dan Driyorejo (Gresik).

"Sehingga menyebabkan penduduk membuang sampahnya ke Kali Brantas atau ke anak-anak sungai Kali Brantas. Kedua Buruknya pengelolaan sampah oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Hanya 30 persen sampah domestic terkelola dengan baik 70 persen tidak terkelola," ujarnya.

Sementara itu, Peneliti Mikroplastik Ecoton Andreas Eka Chlara Budiarti menerangkan sebagai material plastik yang berukuran mikro, mikroplastik berbahaya bagi tubuh manusia. Selain itu bahan dalam proses pembuatan plastik juga memiliki dampak kesehatan yang serius bagi tubuh manusia.

“Jenia mikroplastik di perairan adalah fiber yang berasal dari serat benang atau polyester, Fragmen adalah cuilan atau serpihan sedotan, botol air minum sekali pakai," jelasnya.

Alumni Kimia Universitas Diponegoro Semarang ini menjelaskan dampam kesehatan kontaminasi mikroplastik dalam tubuh manusia bisa berpindah melintasi usus dan memasuki system peredaran darah. Mikroplastik juga dapat terakumulasi dalam organ utama.

"Dan berkelana melalui getah bening yang berakhir di hati. Mikorplastik (tergantung ukuran dan bentuknya). Lalu dapat berjalan melalui sistem pernafasan, bersarang diparu-paru dan berpindah ke bagian lain dari tubuh," tutur peneliti Mikroplastik Ecoton ini, menambahkan.

Load More