Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Kamis, 08 April 2021 | 13:24 WIB
Ilustrasi - Kegiatan belajar-mengajar tatap muka di sekolah dasar negeri (SDN) Pademangan Barat 11 pada Rabu (7/4/2021). (ANTARA/ HO-Kominfotik Jakarta Utara).

SuaraJatim.id - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Jember, Jawa Timur, tidak merekomendasikan pembelajaran tatap di sekolah saat ini. Menurut IDI, kondisi pandemi ini masih mencemaskan.

Padahal, Pemkab Jember menargetkan pembelajaran tatap muka di sana mulai digelar setelah Lebaran 2021 nanti untuk SD, SMP dan SMA. Hal ini sempat disinggung oleh Bupati Jember Hendy Siswanto.

Ketua IDI Jember Alfi Yudisianto, mengatakan pembelajaran tatap muka tidak direkomendasikan didasarkan pada indikator kesehatan, epidemologi, dan layanan kesehatan.

"Jember tidak direkomendasikan untuk tatap muka, karena positivity rate dari yang diperiksa swab dibanding yang positif, itu masih di atas lima persen. Syaratnya kan harus di bawah lima persen," katanya dikutip dari beritajatim.com, jejaring media suara.com, Kamis (08/04/2021).

Baca Juga: Duh, Guru Sekolah Korban Ikut Intimidasi Kasus Pelecehan Seksual Dosen Unej

"Angka positif Jember memang rendah. Tapi yang di-swab kelihatannya juga rendah. Saya tidak bisa mengunngkap data, karena saya IDI. Yang berhak mengungkap data adalah instansi terkait," kata Alfi.

Selain positivity rate, Alfi menyebut fatality rate di Jember juga belum memenuhi syarat. "Fatality rate ini jumlah kematian dibandingkan jumlah kasus. Dengan jumlah kasus yang dulunya ratusan, yang meninggal empat sampai lima. Dengan jumlah kasus yang puluhan, ternyata masih ada yang meninggal satu sampai dua. Ini berarti fatality rate masih tinggi. Ini harus ditekan. Boleh kasus aktifnya rendah, tapi kasus yang meninggal seharusnya sudah hilang," katanya.

Sekretaris Daerah Mirfano menyebutkan, pada 5 April 2021, ada tiga kecamatan masuk zona hijau, 11 kecamatan zona kuning, dan 17 kecamatan berzona oranye. "Artinya, kita optimistis bahwa pandemi Covid-19 bisa segera kita lalui," katanya.

Namun, Alfi mengatakan, data pandemi tidak bisa dipecah hingga tingkat per kecamatan. "Karena ada indikator yang hilang, yakni indikator layanan kesehatan. Dari sisi medis, secara epidemologi, hanya bisa di-breakdwon pada tingkat kabupaten. Jember masih zona kuning," katanya.

Alfi menekankan mitigasi Covid melalui penerapan protokol kesehatan secara personal. "Kita lihat kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan di Jember masih rendah," katanya.

Baca Juga: Miris! Korban Pelecehan Seksual Oknum Dosen Unej Diminta Pergi dari Jember

Jika memang pembelajaran tatap muka benar-benar dilaksanakan di sekolah karena tingginya tuntutan masyarakat, Alfi meminta agar tracing, testing, dan treatment ditingkatkan.

"Kita jangan ragu dalam hal tracing. Kalau uji coba (pembelajaran tatap muka) disiapkan, maka kita harus menyiapkan tracing jika ada kasus positif di sekolah tersebut," katanya.

Pemerintah sebaiknya tak ragu-ragu melakukan pelacakan jejak (tracing) dengan melakukan swab. "Sehingga kita benar-benar tahu bahwa persentasenya (positivity rate) memang rendah atau tidak," kata Alfi.

Alfi mengatakan, pengujian (testing) terhadap masyarakat untuk mengetahui tingkat kasus positif Covid tak mudah.

"Testing itu sulit. Meskipun digratiskan, belum tentu masyarakat bersedia. Hasil tes tidak mungkin dirahasiakan, karena ini hubungannya dengan undang-undang wabah," katanya.

Vaksinasi bisa mengurangi risiko sakit. "Tapi bukan mengurangi risiko tertular. Orang yang sudah divaksinasi itu kebal, tapi belum tentu tidak tertular. Sehingga protokol kesehatan harus tetap dijalankan meski sudah divaksinasi," kata Alfi.

Load More