Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Senin, 14 Juni 2021 | 18:29 WIB
Hari raya karo – instagram @pariwisatakabupatenprobolinggo [Instagram]

SuaraJatim.id - Suku Tengger terkenal dengan ritual budayanya yaitu Upacara Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo, Jawa Timur. Setiap perayaan Kasada, wisatawan mancanegara maupun domestik datang ke sana demi melihat upacara tersebut.

Tahun 2021 ini, Ritual Yadnya Kasada akan dilaksanakan pada 25-26 Juni 2021 di Pura Luhur Poten Bromo. Karena masih dalam masa pandemic Covid-19, kegiatan ini hanya dikhususkan bagi masyarakat suku Tengger. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) pun akan menutup kegiatan wisata di Gunung Bromo pada tanggal tersebut.

Penutupan jalur dari arah Probolinggo ditutup di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura, dari arah Pasuruan ditutup di Desa Wonokitri Kecamatan tosari, dan dari arah Malang dan Lumajang ditutup di Jemplang.

Terlepas dari hal itu, ternyata Suku Tengger juga melakukan ritual lain yang juga tak kalah menariknya. Sisi lain budaya yang belum banyak terekspos dari segi spiritual masyarakat Tengger itu antara lain:

Baca Juga: Dikritik Gegara Edelweis, Ini 5 Foto Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar Liburan ke Bromo

Hari Raya Karo

Hari Raya Karo adalah hari raya selain Kasada yang dilaksanakan masyarakat Tengger di 28 desa kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, setiap bulan Karo di kalender Tengger.

Karo artinya kedua. Tiga desa yaitu Ngadisari, Wonotoro, dan Jetak melaksanakan Tari Sodoran bergantian setiap tahun. Hari Raya Karo bisa dibilang seperti Idul Fitrinya umat Islam. Hari Raya Karo dilaksanakan untuk memperingati asal-usul diciptakannya manusia oleh Tuhan yang maha esa.

Dalam perayaan Karo biasanya ditampilkan tari Sodoran yaitu tari yang menggambarkan atau simbol diciptakannya manusia. Pemberian 'Sorak' yaitu tanda yang diberikan oleh penari kepada orang lain untuk menjadi penari pengganti atau bergiliran dan merupakan simbol ketertarikan manusia kepada lawan jenisnya sebelum terjadi hubungan badan.

Rangkaian perayaan Karo :

Baca Juga: 5 Spot Menarik Buat Menikmati Keindahan Sunrise di Gunung Bromo

  1. Diawali dengan Ritual Kumpul Karo di rumah masing-masing kepala desa.
  2. Dilanjutkan dengan Ritual Tekaning Ping Pitu bertujuan mengundang arwah para leluhur agar datang ke rumah masing-masing warga.
  3. Perayaan Karo dilanjutkan dengan pemasangan penjor dan umbul-umbul, bersamaan dengan acara ini digelar Ritual Melekan Kajad Banten Karo.
  4. Kemudian pada paginya dilanjutkan dengan Ritual Resik Banten Karo dan memandikan Jimat Klonthongan.
  5. Puncak Upacara Karo dilaksanakan Ritual Sodoran atau Nginum.

Masyarakat Tengger biasanya mengenakan pakaian adat, yakni pakaian warna hitam lengkap dengan ikat kepala dan kain melilit di pinggang. Tari Sodoran sendiri dilakukan secara bergiliran dengan cara memberikan sorak kepada orang lain. Para penari merupakan laki-laki.

Mereka yang mendapat Sorak tidak boleh menolak dan harus melanjutkan tarian. Sedangkan yang tidak mendapat giliran menari, bisa memberikan semangat dengan bertepuk tangan mengiringi tabuhan gamelan.

Di tengah-tengah acara Sodoran, datang para wanita warga Tengger dengan mengenakan pakaian kebesaran warna hitam sambil membawa rantang yang telah diisi makanan yang disiapkan dari rumah.

Wanita warga Tengger tersebut menyerahkan rantang-rantang yang berisi makanan dan buah-buahan kepada suami-suami, anak-anak dan keluarganya yang mengikuti acara sodoran. Mereka menikmati bekal yang dibawa istri-istri mereka dan menikmatinya bersama keluarganya masing-masing.

Ritual Mendak Tirta

Masyarakat Hindu Tengger yang ada di lereng Gunung Bromo, memiliki tradisi tersendiri dalam menyambut perayaan Yadnya Kasada. Salah satunya yaitu dengan melakukan ritual mendak tirta atau mengambil air suci.

Untuk warga Tengger yang ada di Kabupaten Probolinggo melakukan mendak tirta dari Air Terjun Madakaripura di Desa Negororejo Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo. Sebelumnya, terlebih dulu dilakukan doa bersama serta melarung sejumlah sesaji yang telah diberi mantra oleh pemuka agama suku Tengger.

Selain Air Terjun Madakaripura, ada beberapa sumber air lain yang menjadi jujukan prosesi mendak tirta. Di antaranya sumber air di Gunung Widodaren dan Sumber air di sekitar Pura Senduro Lumajang. Air tersebut kemudian dibawa sebagai kelengkapan untuk menggelar upacara Yadnya Kasada di Pura Luhur Poten yang berada di kaki Gunung Bromo Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura.

Prosesi ritual Mendak Tirta dilakukan dalam rangka persiapan perayaan Hari Raya Yadnya Kasada bagi umat Hindu di Kawasan Tengger yang sengaja digelar di Pura Luhur Poten Bromo Tengger Semeru. Ritual ini dilakukan setiap tahun tepatnya jelang perayaan Yadnya Kasada.

Empat sumber mata air yang digunakan dalam penyucian yaitu sumber mata air Watu Klosot Senduro Lumajang, Widodaren, Madakaripura Lumbang dan Rondo Kuning Ranupane Lumajang. Tentunya pengambilan sumber mata air dilakukan oleh pandita disertai dengan pembacaan mantera-mantera. Jadi tidak semua warga Tengger bisa mengambil air itu untuk penyucian.

Kontributor: Fisca Tanjung

Load More