Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Kamis, 28 Oktober 2021 | 18:07 WIB
Ilustrasi hacker (Foto: twitter.com/RakyatdotNews)

Market abuse merupakan potensi penyalahgunaan pasar saat masa pandemi dengan memanfaatkan celah kerentanan aplikasi. Pharming atau pengalihan dari URL atau alamat IP situs web yang valid ke situs web palsu. Pharming biasanya terjadi baik dengan memodifikasi file host lokal pada sistem atau dengan poisoning atau spoofing DNS.

Lalu ada Data Harvesting Malware yang menyusup dengan memanfaatkan informasi COVID-19 sebagai daya tarik untuk compromise networks, pencurian data, pengalihan uang dan membangun botnet. Ada juga Fraud, resiko authorized push payment (APP) fraud dan fraud internal mempunyai potensi karena kurangnya pengawasan kerja jarak jauh.

Kemudian Phishing Attack yang merupakan memanfaatkan informasi perilaku serta behaviour online untuk melakukan pishing attack. Hampir 1 juta pesan spam telah ditautkan ke COVID-19 sejak Januari 2020.

Jenis serangan siber lainnya adalah kebocoran dan pencurian data. Potensi kebocoran data sensitif di lingkungan kerja berbasis rumah yang jauh dari pengawasan. Terakhir adalah penipuan daring yang meningkat karena penurunan ekonomi dan pergeseran bisnis, menghasilkan kegiatan kriminal baru.

Baca Juga: Picolaser, Teknologi Kecantikan Canggih Atasi Berbagai Permasalahan Kulit

"Tren serangan siber ini, metodenya yang berubah tapi tren ini saya rasa masih akan terus sama di tahun depan, karena tujuannya masih sama, mereka ingin mencuri data dari transaksi dan mengambil akses kontrol dari setiap sistem informasi dan sistem elektronik yang dimiliki," kata Mawidyanto. ANTARA

Load More