SuaraJatim.id - Organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) akan menggelar gawe akbar Muktamar NU ke-34 selama dua hari dimulai besok Rabu hingga Kamis (22-23 Desember 2021).
Salah satu agenda dalam Muktamar adalah pemilihan ketua umum Pengurus Besar NU (PBNU). Salah satu nama yang mencuat sebagai kandidat kuat Ketum PBNU adalah KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.
Sehari menjelang Muktamar, kakak kandung dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut itu bicara panjang lebar soal NU. Menurut dia, NU didirikan membawa mandat peradaban. Oleh sebab itu Ia mengajak Nahdliyin--sebutan bagi warga NU--agar tidak memahami NU hanya sebagai identitas.
Sebab jika hal itu terjadi, maka NU hanya jalan di tempat, dan baru bergerak jika diserang. Tapi tidak ada langkah untuk mengejar suatu tujuan tertentu di masa depan.
Ia lantar menceritakan sejarah NU yang berdiri pada 1926 usai kekhalifahan Turki Utsmani runtuh di tahun 1924. Padahal, kata dia, pada zaman itu kekhalifahan Turki Utsmani menjadi model dunia keislaman.
"Kekhalifahan Turki Utsmani ini bisa saya sebut imperium terbesar yang pernah ada sepanjang sejarah. Bisa dibandingkan dengan imperium Iskandar Zulkarnaen," katanya, Selasa (21/12/2021).
Namun dengan runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani, jelas Gus Yahya, dunia Islam kehilangan model peradabannya. Padahal ratusan tahun sebelumnya mewarnai dan menjadi rancang bangun.
"Ketika runtuh, kemudian muncul revitalisasi, moderninasi Islam. Lalu muncul kerajaan baru di Hijaz, Arab Saudi yang dipimpin Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud," terangnya.
Kemudian, jelas Gus Yahya, salah satu pendiri NU KH Wahab Chasbullah yang sempat berada di Arab menyatakan bahwa Arab Saudi tidak bisa dijadikan model. Sehingga akhirnya bersama-sama mendirikan NU ini.
Baca Juga: Gus Yahya: NU Terbelah Cebong Kampret di 2019
"Kesimpulan deduktif saya, pendirian NU ini adalah upaya menemukan format peradaban baru. Pasti skalanya global. Maka lambang yang dipilih adalah lambang jagad, bola dunia," ujarnya.
Atas dasar itu, Gus Yahya yakin, bahwa memang NU didirikan sebagai upaya merintis, dan menemukan format peradaban yang baru untuk menggantikan format lama yang runtuh. "Mandat NU adalah mandat peradaban. Sebuah mandat raksasa," tegasnya.
Dia pun mengajak, kader-kader NU harus berani berpikir soal ini. Sebab jika tidak, nanti hanya berebut remeh temeh seperti yang selama ini terjadi. "Maka mulai sekarang, kita harus membangun mentalitas dan mindset untuk berpikir soal mandat peradaban itu," sebutnya.
Apalagi, di generasinya ke bawah, hal ini bukan sesuatu yang sulit. Sebab sudah ada sosok yang memulai, sehingga tinggal meneruskan. Sosok tersebut adalah KH Abdurahman Wahid (Gus Dur). "Gus Dur sudah memulai. Pergulatan politik, pemikirannya sudah bisa kita lihat. Bahwa Gus Dur melakukan perjuangan peradaban," katanya.
Atas dasar itu, kata Gus Yahya, sosok Gus Dur akan selalu dibutuhkan. Sayang, sosoknya sudah tidak ada di dunia ini. "Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak punya pilihan. Kita harus menghidupkan Gus Dur, dengan cara menghidupkan pemikiran dan idealismenya di organisasi. Maka ber NU, sama dengan ber Gus Dur," katanya.
Gus Yahya mengakui, upaya untuk menjadikan NU sebagai model peradaban di masa depan butuh perjuangan. Namun dengan trigger yang kuat, komunikasi, dan kerja sama, semua itu bisa dilakukan.
"Saya sudah bertemu dengan sekitar 474 pengurus cabang se-Indonesia. Lalu terbangun kesepakatan. Bukan soal memilih ketua umum, tapi sepakat untuk bekerja bersama membangun NU. Ini saja sudah sangat transformatif," katanya.
Dalam acara itu, Gus Yahya juga mengatakan bahwa dirinya maju terang-terangan sebagai ketua umum PBNU, bukan diminta.
"Saya nyalon ketua umum, melamar pekerjaan. Pekerjaannya apa? Seperti yang saya jelaskan tadi. Bukan karena, jika saya jadi ketua umum NU bisa nyalon presiden, nyalon wakil presiden. Itu saya tidak mau," ujarnya.
Berita Terkait
-
Gus Yahya: NU Terbelah Cebong Kampret di 2019
-
Presiden dan Wapres Fix Pasti Hadir di Pembukaan Muktamar NU ke-34 di Lampung Besok
-
Ketua GP Ansor: NU Banyak Tertinggal, Muktamar Harus Jadi Ajang Berbenah
-
Klarifikasi KPK Usai Disebut-sebut Bakal Pantau Muktamar NU Ke-34
-
Berita Pilihan: PCNU Dukung Gus Yahya, Habib Bahar Dipolisikan Sampai Prasasti Salah Tulis
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Solusi Menkeu Baru Soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Bikin Ekonomi Ngebut Biar Rakyat Sibuk Cari Makan Enak
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
Terkini
-
Efek Sri Mulyani Bikin IHSG Anjlok 1,28 Persen, Kadin Jatim: Kepercayaan Investor Harus Dijaga!
-
Khofifah Ingatkan ASN Hati-hati Berucap dan Berinteraksi Digital
-
BRI Perkuat Layanan Digital, Volume Transaksi Merchant Sentuh Rp105,5 Triliun Sepanjang 2025
-
Terkuak Motif Alvi Maulana Mutilasi Pacar Jadi 66 Bagian, Sakit Hati Berujung Aksi Sadis
-
Gubernur Khofifah Ajak Masyarakat Maknai Hari Literasi Internasional: Saring Sebelum Sharing