Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Kamis, 17 Februari 2022 | 12:30 WIB
Miskonsepsi soal polusi udara bisa sebabkan badai Covid-19 [Foto: ANTARA]

Menurut dia, sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2,5 dan penularan COVID-19.

Hal itu mengutip penelitian Anand et al. (2021) berjudul A review of the presence of SARS-CoV-2 RNA in wastewater and airborne particulates and its use for virus spreading surveillance, dan penelitian dari Maleki et al. (2021)) berjudul An updated systematic review on the association between atmospheric particulate matter pollution and prevalence of SARS-CoV-2.

"Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM2,5 sebagai penyebab COVID-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat," ujarnya.

Dari data konsentrasi harian PM2,5 dan jumlah kasus positif COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta 1 Januari hingga 6 Februari 2022, memperlihatkan peningkatan kasus positif COVID-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM2,5.

Baca Juga: Melebihi Gelombang Delta, Indonesia Pecah Rekor Kasus Harian Selama Pandemi Covid-19

Urip mengatakan lonjakan konsentrasi PM2,5 yang terjadi misalnya pada 5, 16, dan 30 Januari 2022 tidak seiring dengan penambahan kasus positif COVID-19.

"Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM2,5 menyebabkan peningkatan kasus positif COVID-19 tidak sesuai," kata Urip.

Namun demikian, BMKG mengingatkan masyarakat bahwa paparan konsentrasi PM2,5 yang tinggi atau kondisi udara yang tercemar bisa meningkatkan risiko terhadap pasien COVID-19 yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas gangguan cardiovascular dan infeksi saluran pernapasan.

"Oleh karena itu, upaya untuk mitigasi terhadap dampak pencemaran udara dan pengurangan risiko paparan terhadap PM2.5 dan polutan udara lainnya perlu terus dilakukan guna meminimalkan tingkat mortalitas dari COVID-19," kata Urip menegaskan. ANTARA

Baca Juga: Puluhan Warga Terpapar Omicron, Bukittinggi Terapkan PPKM Level 3

Load More