"Semua rumah di Kawatan dan Bubutan menggunakan model seperti itu, jadi ada teras, rumahnya presisi, ada pintu dan jendela, ruang tamu dan belakang kamar, ada dapur dan kamar mandi biasanya terpisah dari rumah, itu biasanya sudah direnovasi sehingga sudah gabung," bebernya.
"Hanya ada beberapa saja yang masih berbentuk bangunan asli, bangunan sebelahnya masih hampir sama, dua lantai, Indische, jadi masih banyak ornamen kayu, tapi yang menarik adalah kolomnya dari besi yang kemudian diukir kayu," ujarnya melengkapi.
Sementara itu, semakin sedikitnya bangunan-bangunan tua di area tersebut disebabkan kurang kuatnya peraturan atau regulasi, sehingga sedikit demi sedikit bangunan tua di area Kawatan maupun Bubutan Surabaya menjadi baru.
"Masalahnya Pemerintahan Kota punya regulasi yang namanya kawasan Cagar Budaya, tetapi itu tidak jalan, kan tidak semua rumah itu berstatus Cagar Budaya, hanya rumah-rumah yang memiliki syarat khusus yang punya sejarah," ucapnya.
Dalam regulasi tersebut, peraturan daerah untuk kawasan cagar budaya harus dipertegas lagi, agar tidak semakin berkurangnya bangunan tua di Surabaya. Karena dengan adanya bangunan era kolonial Belanda, bisa menjadi kunci penting pariwisata, terlebih lagi untuk Kota Tua.
"Tapi ada namanya di Perda itu kawasan Cagar Budaya, itu maksudnya biar masuk ke kawasan itu agar bisa terbawa suasana, sehingga bisa membawa kita masuk ke periode zaman waktu itu, sehingga semua ijin harus memenuhi syarat Cagar Budaya, biar bentuknya tidak berubah, terutama tampak depannya, lah masalahnya kemudian prakteknya, itu semuanya kalau ada ijin pembangunan baru, selalu ada pembongkaran bangunan lama dan keluar IMB, itu semua kawasan Cagar Budaya prakteknya seperti itu, jadi hanya macan kertas, harusnya tidak boleh," ungkapnya.
Salah satu contoh, yakni gedung tua yang berada tepat di depan Kantor PCNU Kota Surabaya, sudah berubah total menjadi ruko. Kuncarsono menyayangkan hal itu.
"Seperti depannya NU itu, seharusnya tidak diperbolehkan akhirnya jadi ruko seperti itu, padahal model sebelumnya kayak Kantor PCNU seperti itu. Kalau Cagar Budaya cuma kantor NU, coba didalamnya berubah semua maka selesai kawasan itu," tandasnya.
Kontributor : Dimas Angga Perkasa
Baca Juga: Didepak Persebaya, Aji Santoso Resmi Latih Persikabo 1973
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
Banjir Lamongan Rendam 328 Hektare Sawah Warga, 13 Dusun Terdampak
-
Bubuk Mercon Diduga Penyebab Ledakan di Pacitan, 3 Rumah Hancur!
-
Heboh Ledakan Hancurkan 3 Rumah di Pacitan, Sejumlah Warga Luka-luka
-
BRI Perluas Layanan Lewat AgenBRILink untuk Akses Keuangan Merata, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik
-
Gubernur Khofifah Sapa Warga di Pasar Murah Bangkalan: Logistik Masyarakat Jelang Nataru Dipenuhi