"Semua rumah di Kawatan dan Bubutan menggunakan model seperti itu, jadi ada teras, rumahnya presisi, ada pintu dan jendela, ruang tamu dan belakang kamar, ada dapur dan kamar mandi biasanya terpisah dari rumah, itu biasanya sudah direnovasi sehingga sudah gabung," bebernya.
"Hanya ada beberapa saja yang masih berbentuk bangunan asli, bangunan sebelahnya masih hampir sama, dua lantai, Indische, jadi masih banyak ornamen kayu, tapi yang menarik adalah kolomnya dari besi yang kemudian diukir kayu," ujarnya melengkapi.
Sementara itu, semakin sedikitnya bangunan-bangunan tua di area tersebut disebabkan kurang kuatnya peraturan atau regulasi, sehingga sedikit demi sedikit bangunan tua di area Kawatan maupun Bubutan Surabaya menjadi baru.
"Masalahnya Pemerintahan Kota punya regulasi yang namanya kawasan Cagar Budaya, tetapi itu tidak jalan, kan tidak semua rumah itu berstatus Cagar Budaya, hanya rumah-rumah yang memiliki syarat khusus yang punya sejarah," ucapnya.
Baca Juga: Didepak Persebaya, Aji Santoso Resmi Latih Persikabo 1973
Dalam regulasi tersebut, peraturan daerah untuk kawasan cagar budaya harus dipertegas lagi, agar tidak semakin berkurangnya bangunan tua di Surabaya. Karena dengan adanya bangunan era kolonial Belanda, bisa menjadi kunci penting pariwisata, terlebih lagi untuk Kota Tua.
"Tapi ada namanya di Perda itu kawasan Cagar Budaya, itu maksudnya biar masuk ke kawasan itu agar bisa terbawa suasana, sehingga bisa membawa kita masuk ke periode zaman waktu itu, sehingga semua ijin harus memenuhi syarat Cagar Budaya, biar bentuknya tidak berubah, terutama tampak depannya, lah masalahnya kemudian prakteknya, itu semuanya kalau ada ijin pembangunan baru, selalu ada pembongkaran bangunan lama dan keluar IMB, itu semua kawasan Cagar Budaya prakteknya seperti itu, jadi hanya macan kertas, harusnya tidak boleh," ungkapnya.
Salah satu contoh, yakni gedung tua yang berada tepat di depan Kantor PCNU Kota Surabaya, sudah berubah total menjadi ruko. Kuncarsono menyayangkan hal itu.
"Seperti depannya NU itu, seharusnya tidak diperbolehkan akhirnya jadi ruko seperti itu, padahal model sebelumnya kayak Kantor PCNU seperti itu. Kalau Cagar Budaya cuma kantor NU, coba didalamnya berubah semua maka selesai kawasan itu," tandasnya.
Kontributor : Dimas Angga Perkasa
Berita Terkait
Terpopuler
- Jelang Lawan Timnas Indonesia, Pemain China Emosi: Saya Lihat Itu dari Kamar Hotel
- 9 Mobil Bekas Murah Sekelas Alphard Mulai Rp 60 Juta: Captain Seat Nyaman Selonjoran
- 5 Rekomendasi Moisturizer untuk Usia 50 Tahun ke Atas: Wajah Jadi Lembap dan Awet Muda
- 5 Rekomendasi Mobil Tangguh Mulai Rp16 Jutaan: Tampilan Gagah dan Mesin Badak
- 7 Mobil Bekas Toyota-Suzuki: Harga Mulai Rp40 Jutaan, Cocok buat Keluarga Kecil
Pilihan
-
Daftar 5 Pinjol Resmi OJK Bunga Rendah, Solusi Dana Cepat Tanpa Takut Ditipu!
-
Hadapi Jepang, Patrick Kluivert Akui Timnas Indonesia Punya Rencana Bagus
-
Usai Tepuk Pundak Prabowo Subianto, Kini Handphone Ole Romeny Disita
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Jumbo Terbaru Juni 2025
-
Ustaz Yahya Waloni Meninggal Dunia saat Khutbah Jumat, Ini Profilnya
Terkini
-
Usai Wukuf, Gubernur Khofifah akan Lempar Jumrah Aqobah di Mina dan Thowaf Ifadhah
-
Said Abdullah: Idul Adha Pengorbaan Sebagai Puncak Penghambaan
-
Gubernur Khofifah Ajak Semua Pihak Kelola Sampah, Jatim Jadi Provinsi dengan Bank Sampah Terbanyak
-
Gubernur Khofifah Ibadah Haji: Tata Kelola Masjidil Haram Tahun Ini Sangat Bagus
-
3229 Koperasi Merah Putih Jatim Disahkan, Tertinggi Nasional, Gubernur Khofifah: Optimis Segera 100%