Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni | Baehaqi Almutoif
Selasa, 03 Juni 2025 | 18:54 WIB
Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan Jatim Dewanti Rumpoko menyerahkan pendapat akhir ke Ketua DPRD Jawa Timur Musyafak Rouf. [Humas DPRD Jatim]

SuaraJatim.id - DPRD Jatim menyoroti sejumlah permasalahan yang masih butuh perhatian pemerintah provinsi (Pemprov).

Hal itu disampaikan dalam pandangan akhir fraksi di Rapat Paripurna dengan agenda pendapat akhir atas laporan pertanggungjawaban (LKPj) APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2024 pada Senin, 2 Juni 2025. 

Dalam rapat tersebut seluruh fraksi menyetujui LKPj APBD Jatim 2024, namun dengan beberapa catatan. 

Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim dalam rapat paripurna, Dewanti Dewanti Rumpoko menyoroti program-program penanggulangan kemiskinan

Baca Juga: Ribuan Anak di Jatim Menikah Dini, yang Tak Tercatat Lebih Banyak?

Pihaknya menilai, angka kemiskinan per Maret 2024 masih stagnan di angka 10,13 persen. 

“Kami mendorong penataan ulang program penanggulangan kemiskinan berbasis data spasial yang lebih akurat per desa dan kelurahan,” ujar Dewanti. 

Menurutnya, pendekatan program melalui peta kemiskinan akan jauh lebih efektif untuk memastikan intervensi tepat sasaran.

Kemudian, Fraksi PDIP DPRD Jatim juga mengusulkan adanya tambahan alokasi anggaran mencapai Rp250 miliar untuk mendukung program padat karya produktif, pelatihan vokasi, hingga pemberdayaan UMKM. 

“Langkah ini strategis untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran dalam dua tahun ke depan,” katanya.

Baca Juga: DPRD Jatim Setujui LKPJ 2024, Gubernur Khofifah: Semua Rekomendasi Jadi Acuan Perbaikan Pembangunan

Mantan Wali Kota Batu itu pun mengingatkan mengenai tingkat pengangguran terbuka yang masih berada di angka 5,13 persen.

Selain persoalan kemiskinan dan pengangguran, Fraksi PDIP Jatim menyoroti belum rincinya laporan realisasi belanja Pendidikan dan Kesehatan. 

Laporan sektor pendidikan dan Kesehatan dalam dokumen keuangan daerah ini penting untuk mengetahui penggunaan anggaran di sektor tersebut sudah sesuai atau belum. 

“Kita tidak bisa memverifikasi apakah alokasi minimal 20 persen untuk pendidikan dan 10 persen untuk kesehatan benar-benar terealisasi,” ungkapnya.

Juru bicara Fraksi PAN DPRD Jatim di rapat paripurna, Husnul Aqib pun menyampaikan mengenai catatan yang sama, yakni masalah pengangguran terbuka. 

Politikus Dapil Gresik-Lamongan itu menekankan perhatian pada tingkat pengangguran terbuka yang masih didominasi lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). 

"Deindustrialisasi pada satu sisi, perubahan model bisnis, serta 

perkembangan teknologi yang dinamis daripada pembelajaran di SMK 

menyebabkan lulusan SMK tidak relevan dengan dunia kerja dan dunia 

industri. Maka sejalan dengan rekomendasi dari Komisi E, Fraksi PAN 

meminta PR (pekerjaan rumah) lama ini darurat untuk diperbaiki," kata Husnul Aqib. 

Perlu adanya sinkronisasi antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha. Salah satunya bisa dengan membentuk forum koordinasi daerah yang melibatkan sekolah kejuruan, pelaku industri, dan pemerintah. 

Dia berharap, dari forum ini dapat muncul kurikulum yang dibutuhkan atau relevan dengan dunia industri saat ini. 

Fraksi PAN DPRD Jatim fokus terhadap isu ketahanan pangan. Aqib mngapresiasi upaya pemerintah provinsi terhadap sektor ini. 

Namun, dia mengingatkan biaya di sektor agraria makin meningkat setiap tahunnya. Masalah kekeringan, daerah liran sungai (DAS) yang kurang dirawat dan faktor akibat perubahan iklim akan masih menjadi hal yang harus mendapat perhatian serius

"Sektor UMKM dan Koperasi merupakan tulang punggung ekonomi 

keluarga bagi jutaan penduduk Jawa Timur. Untuk itu standar kualitas, inovasi yang terus menerus, hingga pemasaran membutuhkan sinergi kolaboratif. Karena itu upaya fasilitasi pendanaan bagi UMKM perlu dukungan Pemerintah Daerah dalam berbagai skema baik yang dikelola pemerintah maupun melalui perbankan, sehingga anggaran untuk hal ini perlu ditingkatkan," kata Aqib. 

Sementara itu, juru bicara Fraksi PKB DPRD Jatim di rapat paripurna, Hikmah Bafaqih menyampaikan, perlu adanya garis Bawah terhadap serapan yang kurang optimal pada urusan pemerintahan pilihan, seperti kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, serta perindustrian. 

Pihaknya mencatat, serapan di sektor ini baru sebesar 92,04 persen. 

"Fraksi PKB memandang bahwa urusan pemerintahan pilihan tersebut tidak kalah pentingnya dengan urusan pemerintahan wajib, karena sektor kelautan, pertanian, kehutanan, energi, dan perindustrian berhubungan langsung dengan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur," kata Hikmah. 

FPKB pun meminta kepada pemerintah provinsi untuk mengevaluasi menyeluruh terhadap perencanaan dan pelaksanaan program pada urusan pemerintahan pilihan tersebut. 

"Fraksi PKB juga mendorong agar alokasi anggaran ke depan disusun dengan mempertimbangkan potensi strategis masing-masing sektor, serta memperkuat koordinasi lintas perangkat daerah agar tidak terjadi tumpang tindih program dan anggaran," ungkapnya. 

"Dengan langkah ini, serapan anggaran dapat lebih optimal, dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, khususnya dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Jawa Timur," imbuhnya.

Load More