Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 27 September 2025 | 05:20 WIB
Ilustrasi abu jahal. [ChatGPT]
Baca 10 detik
  • Kisah Abu Jahal ingin lempar Nabi gagal, Allah lindungi Rasul dari niat jahat kaum Quraisy.
  • Surat Yasin 7–9 gambarkan orang kafir dibelenggu kesombongan hingga buta dari jalan hidayah.
  • Pelajaran: Allah selalu melindungi, kesombongan menutup hati, dakwah harus terus berjalan.

SuaraJatim.id - Surat Yasin sering disebut sebagai jantung Al-Qur’an karena kandungannya yang menyentuh inti akidah Islam: keesaan Allah, kenabian, dan hari akhir.

Namun, di balik turunnya beberapa ayat dalam surat ini terdapat kisah dramatis yang melibatkan musuh besar Nabi, yaitu Abu Jahal.

Sebagaimana dikutip dari YouTube Raos Studio, peristiwa tersebut menjadi bukti nyata bagaimana Allah melindungi Rasul-Nya dari niat jahat kaum Quraisy.

Abu Jahal dan Batu Kebencian

Abu Jahal dikenal sebagai salah satu penentang utama dakwah Nabi Muhammad ﷺ. Ia pernah bersumpah, jika melihat Nabi sedang shalat di sekitar Ka’bah, ia akan menghantamkan batu besar ke kepala beliau.

Kesempatan itu pun datang. Saat Nabi sedang sujud, Abu Jahal mendekat dengan batu besar di tangannya. Namun, ketika batu hendak dilemparkan, tiba-tiba tangannya gemetar, batu itu terlepas, dan ia kembali kepada kaumnya dengan wajah pucat ketakutan.

Tidak berhenti di situ, seorang lelaki dari Bani Mahzum mencoba melanjutkan niat buruk Abu Jahal. Ia mengangkat batu besar dan bertekad melempar Nabi.

Akan tetapi, Allah membuat matanya buta seketika. Dalam kebingungan, ia bahkan merasa seolah ada hewan buas yang siap menerkamnya jika tetap meneruskan niat itu. Kisah ini menegaskan, betapapun besar kebencian orang kafir Quraisy, mereka tidak berdaya melawan perlindungan Allah.

Gambaran dalam Surat Yasin Ayat 7–9

Baca Juga: Dihantui Banyak Masalah? Baca Yasin Fadilah 7 Kali, Ini Panduannya

Peristiwa ini kemudian tergambar dalam firman Allah pada Surat Yasin ayat 7–9:

“Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman (7). Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah (8). Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka sekat pula, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat (9).”

Ayat-ayat ini menggambarkan kondisi kaum kafir Quraisy yang keras kepala menolak kebenaran. Mereka seolah dibelenggu sehingga tidak bisa bergerak bebas, tidak bisa menunduk, dan tidak mampu melihat jalan hidayah.

Tafsir Ayat Ketujuh Hingga Sembilan

Dalam Tafsir Al-Ibriz dan Tafsir Hamami, ayat ketujuh ditujukan untuk menenangkan hati Nabi Muhammad ﷺ. Allah mengingatkan bahwa memang ada orang-orang yang ditakdirkan menolak iman, seperti Abu Jahal, Utbah, Syaibah, dan al-Walid bin al-Mughirah.

Penentangan mereka bukanlah kegagalan Nabi dalam berdakwah, melainkan bagian dari takdir Allah. Karena itu, Rasul tidak perlu bersedih hati menghadapi penolakan keras tersebut.

Masuk ke ayat kedelapan, Tafsir Al-Misbah menjelaskan gambaran orang kafir yang keras kepala itu. Mereka bagaikan orang yang di lehernya terpasang belenggu kuat yang diikat sampai ke dagu, membuat kepalanya tertengadah ke atas. Kondisi ini menjadikan mereka kaku, tak bisa menoleh ke kiri atau ke kanan.

Kata muqmahun yang berarti “tertentang ke atas” sering dipakai untuk melukiskan unta kehausan yang ingin minum, namun kepalanya terikat sehingga tak bisa menunduk. Gambaran ini begitu kuat: orang kafir Quraisy sesungguhnya haus akan kebenaran, tetapi kesombongan mereka membuat mereka tak mampu meraihnya.

Menurut Tafsir Al-Qurthubi, ayat kedelapan melukiskan sikap takabbur orang kafir. Mereka seperti seseorang yang tangannya terikat kaku ke leher, sehingga kepalanya terangkat tinggi.

Posisi ini menunjukkan kesombongan, ketidakmampuan untuk menunduk, serta keengganan menerima kebenaran. Mereka dibelenggu bukan oleh rantai besi, tetapi oleh kesombongan hati mereka sendiri.

Ayat kesembilan mempertegas bahwa Allah membuat penghalang di depan dan belakang orang kafir, lalu menutup mata mereka. Tafsir Al-Qurthubi meriwayatkan dari Muqatil tentang peristiwa Abu Jahal.

Batu yang hendak dilemparkan jatuh begitu saja, sementara orang Bani Mahzum yang mencoba menggantikannya justru dibutakan penglihatannya.

Kegagalan berulang ini memperlihatkan bagaimana Allah menjaga Rasulullah ﷺ dari segala upaya keji musuh-musuhnya. Mereka mungkin bisa menyusun rencana, tetapi Allah-lah yang menentukan hasil akhirnya.

Hikmah dari Kisah Abu Jahal

Kisah Abu Jahal yang gagal melempar Nabi Muhammad ﷺ memberikan banyak pelajaran:

1. Perlindungan Allah nyata adanya. Setiap ancaman terhadap Nabi dibalas dengan kekuasaan Allah.

2. Kesombongan adalah belenggu hati. Orang yang keras kepala menolak kebenaran akan kehilangan arah, seakan-akan matanya buta dan pikirannya tertutup.

3. Dakwah tidak boleh berhenti. Meski ditentang habis-habisan, Rasulullah ﷺ tetap melanjutkan risalahnya dengan penuh kesabaran.

Sejarah turunnya ayat 7–9 dalam Surat Yasin bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan pengingat sepanjang zaman. Abu Jahal dan kroninya menjadi contoh bagaimana kesombongan dapat menutup jalan hidayah, sementara perlindungan Allah selalu bersama orang yang beriman. Kisah ini seharusnya meneguhkan hati kita: tidak ada kekuatan sebesar apa pun yang bisa menghalangi kebenaran bila Allah sudah berkehendak.

Kontributor : Dinar Oktarini

Load More