Kisah Kembar Yatim Piatu yang Lumpuh Menggantungkan Hidup Dari Nasi Aking

Mereka hanya bisa berusaha terus tertawa dan tersenyum dengan dunianya sendiri.

Chandra Iswinarno
Kamis, 11 Juli 2019 | 13:56 WIB
Kisah Kembar Yatim Piatu yang Lumpuh Menggantungkan Hidup Dari Nasi Aking
Kembar Nurlaila dan Nurlaili hanya bisa berbaring ditemani sang bibi, Sulikhah yang merawat mereka. [Suara.com/Achmad Ali]

SuaraJatim.id - Nur Laila dan Nur Laili kembar berusia 16 tahun masih berbaring di ranjang yang tak lagi empuk di rumah sempit berukuran 3x3 meter yang berada di ujung gang perkampungan Utara Kota Surabaya, Jalan Srengganan Gang 3 RT 06/RW 07.

Penyakit tak terdiagnosa yang dialaminya sejak kecil, membuat kembar tersebut tak bisa bermain layaknya anak seusianya. Pun separuh badan hingga kakinya mengalami kelumpuhan.

Hanya kedua tangan dan bagian kepala yang bisa digerakkan. Pun, mereka juga tidak bisa bicara. Hingga kesehariannya hanya bisa terlihat tersenyum dan tertawa lirih dari bibirnya. Mereka hanya bisa berusaha terus tertawa dan tersenyum dengan dunianya sendiri.

Awalnya, Nur Laila dan Nur Laili terlahir normal selayaknya bayi lainnya. Namun setelah delapan bulan lamannya, nasib nahas menimpa. Nur Laila mengalami demam tinggi hingga akhirnya membuatnya tak bisa berjalan hingga sekarang.

Baca Juga:Tingkat Kemiskinan di Yogyakarta Masih Tinggi

Tak lama setelah Nur Lalila mengalami kelumpuhan, saudara kembarnya, Nur Lalili pun menyusul dengan kondisi yang sama. Penderitaan mereka semakin lengkap setelah ditinggal kedua orangtuanya menghadap sang Khalik.

Ayahnya, Towi (60) meninggal sejak dia berusia hitungan bulan. Kemudian disusul Ibunya, Supini (56). Kini gadis kembar tersebut hanya berharap belas kasihan dari Bibinya (adik kandung ibunya) untuk bisa bertahan hidup meski serba kekurangan.

Adalah Sulikhah (51), perempuan yang telaten merawat dua keponakannya. Setiap hari Sulikhah dengan telaten memandikan dan memasangkan baju kedua keponakannya. Menyuapi hingga memberi minum.

Demi merawat keponakannya, Sulikhah tidak menikah. Hidupnya hanya didedikasikan untuk keponakannya sembari berharap kesembuhannya.

Sulikhah menceritakan, bahwa kedua gadis tersebut sejak awal terlahir dengan kondisi yang normal, bahkan sehat secara jasmani. Namun, menginjak usia ke tujuh bulan terdapat sebuah benjolan di kaki nur Laili.

Baca Juga:Harapan Akhir 'Pengembaraan' Mbah Ngatini yang Viral Terlunta di Semarang

"Pernah dibawa ke tukang pijat, pernah juga dibawa ke dokter spesialis anak katanya gejala ginjal. Diperiksa juga ke dokter di salah satu RS, katanya juga tidak ada penyakitnya. Saya bingung anak ini punya penyakit apa," cerita Solikhah pada Suara.com, Kamis (11/7/2019) sambil mengusap air matanya.

Tak berhenti di situ, si kembar juga pernah diperiksa ke puskesmas setempat, namun tetap tidak ada hasil. Terakhir, Ibu dan Bibinya lantas membawa si kembar ke RSUD dr. Soetomo Surabaya.

"Hampir setiap hari, ini (seraya menunjuk si kembar) saya bawa kesana untuk periksa pendengaran, saya tanya ke dokter, dia punya penyakit apa ya dok?, Setelah diperiksa pendengaran ternyata normal," katanya.

Nurlaila dan Nurlaili dirawat sang bibi Sulikhah di rumah yag berada di kawasan utara Kota Surabaya. [Suara.com/Achmad Ali]
Nurlaila dan Nurlaili dirawat sang bibi Sulikhah di rumah yag berada di kawasan utara Kota Surabaya. [Suara.com/Achmad Ali]

Keesokannya, ia diminta kembali lagi ke RS untuk dilakukan rekam otak. Terhitung, ia hampir sebulan terus mendatangi RSUD untuk diperiksa.

"Setelah sebulan, ternyata urat di kakinya melengkung. Dokter minta agar dilakukan operasi kecil. Kami enggak apa-apa yang penting anak ini sembuh. Bahkan, si kembar sampai ngamar selama dua bulan di RS," jelasnya.

Pasca dua bulan, ternyata tulang yang ada di kakinya tak bisa menyatu setelah menggunakan alat bantu. Akhirnya, si kembar diminta untuk pulang dengan catatan tetap melakukan kontrol, terapi, poli gizi, tumbuh kembang hingga terapi bicara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak