Nasib Si Manis Bongko Kopyor Gresik, Tak Semanis Sebelum Corona Datang

Dia adalah pembuat macam-makan panganan khas Gresik, Jawa Timur. Binsis kuliner menurun hingga mencapai 50 persen.

Pebriansyah Ariefana
Senin, 04 Mei 2020 | 18:28 WIB
Nasib Si Manis Bongko Kopyor Gresik, Tak Semanis Sebelum Corona Datang
Bongko Kopyor Gresik. (Suara.com/Amin)

SuaraJatim.id - Ramadan saat pandemi virus corona memukul pendapatan jualan Fathonah (52) warga Desa Sidomukti, Kecamatan Manyar. Dia adalah pembuat macam-makan panganan khas Gresik, Jawa Timur. Binsis kuliner menurun hingga mencapai 50 persen.

Sebagai perbandingan, Ramadan tahun lalu Fathonah biasa memproduksi sebanyak 400 bungkus berbagai macam kue per harinya. Tapi melihat penjualnya semakin lesu, ia hanya memproduksi 150 bungkus per hari saja.

Fathonah membuat Bongko Kopyor, Srilangka dan Tetel Bumbu. Paling spesial adalah Bongko Kopyor, kudapan dengan cita rasa yang manis yang dibalut dengan daun pisang itu, menjadi takjil pilihan untuk berbuka puasa.

“Tidak banyak produksinya, karena orang pada takut keluar rumah. Jadi jajanan yang biasa diburu saat bulan puasa banyak yang tidak laku,” ungkap Fatonah saat ditemui di rumahnya, Senin (4/5/2020).

Baca Juga:Nongkrong di Warkop Gresik saat PSBB Surabaya Raya, Langsung Positif Corona

Untuk jajanan ini, biasanya fatonah membandrol dengan hrga Rp 7 ribu saja. Tapi dalam suasana pandemi hari ini, jajanan rata-rata hanya terjual sebanyak 70 bungkus. Artinya Fatonah hanya mendapatkan uang sebesar Rp 500 ribu per hari.

“Jajanan yang tidak laku otomatis dibuang, karena jajan basah gampang basi. Rugi besar kalau sudah terbuang,” ucapnya.

Kendati produksinya menurun, Fathonah tetap tidak mau mengurangi karyawanya. Alasanya di tengah covid-19 saat ini mereka harus tetap ada pemasukan. Apalagi yang diminta untuk membantu membuat jajanan, semuanya adalah tetangga dan saudaranya.

“Ada empat orang yang membantu memproduksi jajanan. Kalau bulan puasa kemarin, satu orang saya gaji Rp 1,5 juta. Tapi belum tahu besok, bisa jadi menurun gajinya karena penjualannya juga lagi susah,” tuturnya.

Bahkan karena wabah pandemi ini, banyak diantara perajin jajanan khas ramadhan itu gulung tikar. Mereka tidak berani berspekulasi karena takut rugi.

Baca Juga:Anggota DPRD Gresik Masuk Daftar Penerima BLT Orang Miskin dari Jokowi

Di Desa Sidomukti sendiri, jika sebelumnya ada banyak warga yang memproduksi jajanan, kini hanya tinggal 4 orang yang bertahan.

“Kalau saya tetap produksi, tapi dikurangi. Jadi kalau tak laku, tidak banyak yang dibuang,” jelasnya.

Menurut Fathonah sendiri, jika ramadan sebelumnya, pemesanan kudapan khas Gresik bisa sampai ke luar kota. Kini pemesanan hanya di daerah sekitar desa saja. Itupun jumlah pemesananya sedikit.

“Dulu yang mesan banyak, daerah Surabaya, Malang, Sidoarjo. Sekarang hanya daerah sekitar,” katanya.

Kontributor : Amin Alamsyah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini