SuaraJatim.id - Dua desa di Sidoarjo ini selalu kebanjiran selama bertahun-tahun, yakni Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo. Banjir di dua tempat ini sampai sekarang tidak juga bisa teratasi.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo sempat memiliki wacana untuk merelokasi tempat ini, namun warga menolaknya lantaran mereka beranggapan banjir masih bisa ditangani.
Salah satu warga RT 5 RW II Desa Kedungbanteng, Herman, mengaku merasa keberatan apabila harus meninggalkan tempat tinggalnya yang sudah bertahun-tahun ia tempati. Ia menilai, harusnya pemerintah bisa mencari solusi lain agar bisa mencegah terjadinya banjir di daerahnya.
"Kalau memindahkan atau relokasi, tentunya kami keberatan. Langkah paling tepat menurut saya, pemerintah bisa membuat waduk penampungan air. Selain itu membuat sungai baru, pengganti sungai yang ditutup untuk pengeboran," kata Herman di lokasi banjir, Rabu (20/1/2021).
Baca Juga:Lubang Penuhi Jalan Arteri Porong Sidoarjo, Sudah Banyak Makan Korban
Menurut Herman, sungai-sungai di sekitar desanya bisa dilakukan normalisasi. Kemudian dengan dilengkapi dam di sebelah timur Desa Banjarpanji.
Tentunya, pemerintah harus dengan cepat dan tanggap melakukan hal ini agar aliran air lancar mengarah ke laut saat hujan deras turun. Sehingga air tak akan menggenangi kampungnya.
"Kalau hujan turun deras dan di saat banjir, waduk itu bisa dimanfaatkan untuk penampung air. Sementara dam untuk antisipasi banjir rob dari laut," katanya.
Herman menerangkan, di kampungnya saat ini banyak wilayah serapan air justru diubah fungsinya menjadi tanah kavling dan pengurukan untuk eksplorasi pengeboran. Di sekitar kampungnya sendiri ia menyebut sudah ada 6 titik eksplorasi.
"Kampung kami ini dikepung dari berbagai penjuru. Yang awalnya tanah sawah, kini berubah menjadi urukan dan berubah fungsi," terangnya.
Baca Juga:Jalan Raya Porong Sidoarjo Ditutup Gegara Banjir, Banyak Kendaraan Mogok
Herman yang mengaku sempat mendapatkan informasi dari BPBD kalau sudah terjadi penurunan tanah di dua desa ini. Namun pihak BPBD tak mau transparan mengenai penurunan tanah tersebut. Warga hanya mengetahui setiap turun hujan langsung banjir.
"Informasinya ada penurunan tanah, tapi sampai berapa warga tidak mengetahui, hanya patokannya setiap turun hujan dua desa ini langsung banjir," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh warga warga RT 3 RW II Desa Kedungbanteng, Komari. Ia mengatakan, sejak akhir 2019 lalu dua desa di Kecamatan Tanggulangin yang awalnya ‘kering’ berubah menjadi langganan banjir. Namun banjir tidak segera surut begitu musim hujan berhenti.
Ia juga menyebut pada musim penghujan Desember 2019 silam, perkampungan di dua desa ini terendam banjir lebih dari enam bulan. Sampai saat ini pun, kampung mereka telah kebanjiran sejak Desember 2020 lalu.
"Sebenarnya pemerintah Sidoarjo telah membantu sirtu untuk menaikkan rumah-rumah warga yang terendam banjir. Nilainnya miliaran rupiah. Dengan harapan, setelah dinaikan, rumah mereka bebas banjir. Namun setelah rumah warga dinaikkan, banjir tetap saja masuk ke rumah warga. Banjir semakin tinggi," kata Komari.
Komari pun juga enggan apabila pemerintah memiliki wacana untuk relokasi. Ia menolak keputusan tersebut dan memilih tetap tinggal untuk mencari solusi lain menangani banjir di tempatnya.
"Meski begitu kami bersama dengan warga yang lain tetap merasa keberatan adanya relokasi. Yang jelas ada solusi lain selain relokasi," katanya.
Kontributor : Arry Saputra