SuaraJatim.id - Jam merangkak pelan menujuk pukul satu pagi. Kala itu hujan deras dan listrik yang padam mengiringi pendar jingga lampu teplok yang semakin meredup.
Tiba-tiba, "tok..tok..tok", pintu rumah Suparmin ada yang mengetuk. Seorang pria dengan rambut rapi ala Abri menghadap kaca di dekat pintu rumah, bersamanya ada 4 orang yang berdiri tegap.
Suparmin yang saat itu tertidur di ruang depan dengan tergopoh segera membukakan pintu. Dalam hatinya rasa takut menghantui, lantaran pernah mengikuti aksi unjuk rasa di Perkebunan Dejngkol.
"Saya pernah ikut aksi di Perkebunan Djengkol, sekali, setelah itu saya memilih tidak kembali ikut aksi karena tidak diperbolehkan oleh ibu saya," kata pria yang kerap disapa Mbah Min kepada Suara.com, Sabtu (25/09/2021).
Baca Juga:Faktor Penyebab G30S PKI yang Menewaskan 6 Jenderal dan Satu Perwira
Dulunya Ia bermukim di Kecamatan Plosoklaten. "Saya juga sangat takut waktu ada yang datang karena situasi waktu itu banyak penangkapan anggota PKI, maupun sayap organisasi nya."
Jauh dari pikiran buruk, rupanya kelima orang ini mencari nama salah satu tetangga yang tak jauh dari rumah asalnya di Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri.
Menurut Mbah Min orang yang dicari itu merupakan salah satu yang mengajaknya mengikuti aksi perampasan lahan. Setelah mengetahui pasti rumah tetangganya, orang-orang tersebut pergi meninggalkan ruman Suparmin dan bergegas menuju rumah yang ditunjuknya.
"Yang saya ingat setelahnya tetangga saya itu dibawa pergi diangkut dengan truk engkel," kata Mbah Min mengenang.
Menurut Mbah Min, kejadian serupa juga terjadi di minggu berikutnya. Tetangga satu dusun dibawa oleh aparat. Tak jelas kemana orang-orang ini dibawa. Sepengetahuan Mbah Min dari kabar yang berkembang di desanya, orang-orang itu dibawa menuju ke Perkebunan Djengkol, Plosokidul, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri.
Baca Juga:Minta Stop Arahkan Tuduhan PKI ke Orang Lain, Dedek: Kami Tak Percaya PKI Bangkit
"Penangkapan-penangkapan itu terjadi setelah aksi yang dilakukan sayap organisasi Partai Komunis di perkebunan Djengkol pada tahun 1961. Mereka (dua orang yang tertangkap) sempat ikut aksi di Djengkol, dan mereka juga yang menghasut saya ikut aksi perampasan itu," terang laki-laki yang kini menetap di Kabupaten Nganjuk tersebut.
Dia juga mengatakan, kedua orang tersebut juga sempat menawarkan ke beberapa tetangga untuk ikut aksi di Djengkol dengan iming-iming mendapatkan tanah garapan di tempat penyuplai tebu Pabrik Gula Pesantren tersebut.
"Kalau saya tidak pernah secara langsung ditawari, hanya beberapa tetangga katanya ditawari, namun tidak ada yang mau ikut," katanya.
Mbah Min juga mengatakan, setelah penangkapan itu dua orang tetangganya tidak pernah kembali ke rumah, tidak ada kabar dan kejelasan apakah kedua tetangganya masih hidup atau tidak.
"Mereka kemana juga tidak jelas, keluarga yang ditinggal, istri dan anaknya setelah kejadian itu juga pindah entah kemana, tidak ada keterangan di desa bahkan ke tetangganya," katanya.
Sejarah Unjuk Rasa di Perkebunan Djengkol
Sejarahwan Kediri Achmad Zainal Fachris, mengatakan peristiwa demonstrasi gede-gedean di perkebunan Djengkol Kabupaten Kediri pada 15 November 1961 itu merupakan aksi propaganda Partai Komunis Indonesia (PKI) pertama di Indonesia.
Kala itu, ribuan orang berkumpul dari pelbagai daerah untuk berdemo meminta perkebunan yang sebelumnya ditarik oleh pemerintah dari rakyat. Para demonstran itu meminta agar pemerintah mengembalikan lagi perkebunan tersebut kepada rakyat.
Perkebunan Djengkol sendiri merupakan salah satu aset Belanda sebelum kemerdekaan. Kemudian setelah penjajah keluar dari nusantara perkebunan tersebut bebas dikelola oleh warga di sekitar kawasan.
Dahulu area ladang maupun kebun yang dapat dikelola sangatlah luas. Sampai dikemudian hari penggarap perkebuna yakni warga tidak diperbolehkan menggarap lagi oleh pemerintah.
"Jadi memang Perkebunan Djengkol ini dahulu dikelola rakyat, dan pada rentan tahun 1960-an ditarik menjadi aset pemerintah. Dari itu akhirnya mereka berdemo, ribuan orang kader partai hingga sayap partai dari berbagai penjuru tanah air datang ke Kediri," katanya saat dihubungi Suara.com, Senin (26/9/2021).
Menurut Fachris, unjuk rasa itu mulanya berlangsung dingin, sampai pada akhirnya pecah karena tuntutan tidak dikabulkan oleh pemerintah.
"Akhirnya terjadi aksi saling serang antar pengunjuk rasa pada waktu itu. Situasi semakin memanas ketika pendemo menyerang aparat yang berjaga hingga muncul korban jiwa," tuturnya.
Fachris melanjutkan, unjuk rasa ini di kemudian hari oleh PKI digunakan untuk mengkritisi pemerintah karena dalam demo tersebut banyak warga yang seolah-oleh menjadi korban kekerasan aparat.
"Jadi dahulu PKI itu adalah partai yang mengisi parlemen terbanyak nomor 4. Dari situ mereka mulai menyuarakan di parlemen karena bayak korban. PKI juga mengkritik UUPA Landefrom tidak terlaksana karena tanah diambil lagi oleh pemerintah," ujarnya.
Sementara itu, terkait penangkapan para aktivis maupun kader PKI menurut Fachris terjadi pada tahun 1965 pada saat kasus pemberontakan pecah di Indonesia.
Dalam penangkapan itu seluruh kader maupun dari anggota organisasi sayap PKI ditangkap. Namun banyak juga orang yang tidak tahu menahu ikut tertangkap. Salah satunya adalah yang terindikasi mengikuti aksi demo pada 1961 di Perkebunan Djengkol.
"Kalau itu memang banyak juga yang tertangkap dari orang yang hanya ikut-ikutan. Dan mereka yang sudah tertangkap hilang, entah di eksekusi atau gimana, mereka hilang begitu saja tanpa ada kabar," ujarnya.