“Selain itu, banyaknya pengajuan dispensasih nikah di daerah ini juga karena faktor rendahnya pendapatan secara ekonomi dan rendahnya kesadaran untuk menempuh pendidikan tinggi, sehingga orang tuanya menilai, dengan menikahkan anaknya, hal ini bisa menguranggi beban biaya keluarga,” kata dia.
Untuk menghadapi permasalahan yang kompleks, pemerintah mengkaji aturan lama Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, yang melibatkan lebih dari 100 Ulama, meliputi pakar Al-Quran, Hadits, dan Fikih.
“Semua sepakat kalau usia menikah bagi perempuan itu 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Meski awalnya menuai pro dan kontra, namun endingnya nyaman dan semua bisa menerima aturan,” katanya.
Pentingnya sosialisasi yang matang pada perubahan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 sehingga saat menuai pro kontra, masyarakat akan bisa lebih memahami dengan baik untung dan ruginya sehingga ke depan terwujud masyarakat yang madani.
Baca Juga:Kepala dan Lutut Pemotor Asal Bojonegoro di Tebas Pedang di Lamongan
“UU yang menjadi acuan kita ini sebaiknya terlebih dulu dilakukan perbandingan, sehingga aturan ini tak tumpang tindih saat diberlakukan. Artinya antara aturan satu dengan yang lain harus singkron,” katanya. [Beritajatim]