Bagi Khusnul, pembentukan karakter tidak hanya bisa dilakukan di rumah atau sekolah saja, namun juga bisa dilakukan di TPA di masjid atau mushalla. Anak-anak yang mengaji di masjid dan mushalla juga turut memberikan sumbangsih untuk pembentukan karakter tersebut. Itu artinya secara tidak langsung juga mampu meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berilmu dan takwa (berimtak) serta berilmu pengetahuan dan teknologi (beriptek).
Bahkan, dalam sebuah kesempatan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, selama ini masih banyak sekolah yang belum mengimplementasikan proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan.
Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak guru yang memberikan PR kepada siswanya dalam jumlah yang banyak selama belajar secara daring. Menteri Pendidikan mengimbau agar guru tidak berorientasi terhadap kuantitas bahan pembelajaran yang diberikan kepada siswa, melainkan lebih fokus pada kualitas materi yang disajikan, serta lebih pada pemberian bimbingan meskipun pembelajaran dilakukan secara daring.
Tidak hanya itu, kebijakan tersebut salah satu bentuk dari program Merdeka Belajar. Nadiem menuturkan, bisa jadi tidak mungkin tidak ada PR bagi siswa. Namun, kegiatan penggantinya dapat mengasah pendalaman karakter tersebut.
Baca Juga:Rute Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Stasiun Mana Saja yang Bakal Dilewati?
Nantinya, sisa waktu siswa sepulang sekolah dengan demikian dapat diisi dengan kegiatan selain drilling materi pelajaran. Contohnya aja project-based learning, dilanjutkan di rumah. Itu juga bagian dari PR.
Meski demikian, Pakar Pendidikan sekaligus Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Dr. H. Muchlas Samami mempertanyakan kebijakan itu. Menurut dia, karakter bukan jadi topik sendiri, melainkan melekat pada apa yang dikerjakan siswa.
Bahkan, di mata pelajaran PPKN juga ada pendidikan agama, olahraga hingga pendidikan karakter serta kerja sama. Pendidikan karakter telah diintegrasikan di semua mata pelajaran. Contohnya guru fisika juga memberikan pendidikan karakter disiplin, kerja keras, kerja kelompok dan tidak diteorikan.
Prof Muchlas menjelaskan, pendidikan karakter yang bagus itu namanya school culture. Kalau sekolahannya itu bersih, gurunya santun, jamnya tertib, anak juga ikut bersih, santun dan tertib. Menurut dia, kerja keras, kerja kelompok, kerja sama itu bukan teori, sehingga dia tidak sependapat ada pelajaran karakter berdiri sendiri. Meski itu ke integrasi pelajaran, semua guru berkarakter dan semua pelajaran diberikan ruh karakter.
Untuk itu, Prof Muchlas menyarankan, saat menghapus PR jangan hanya PR-nya saja, melainkan juga beban-beban yang dihapuskan, termasuk yang ada di sekolah. Misalnya, kenapa anak menghafalkan. Tetapi bagaimana siswa menggunakan waktu seefisien mungkin.
Baca Juga:Momen Mencekam Pemain Persebaya Keluar Kanjuruhan: Selebrasi Kemenangan Berubah Jerit dan Tangisan
Jika membedah kurikulum, maka ada beberapa mata pelajaran seperti halnya hormat pada orang tua, maka ilmu agama dan PPKN mengajarkan. Bagi dia, ada PR tidak apa-apa, sepanjang PR-nya bagian kegiatan sekolah tidak apa-apa dan juga tidak memberikan beban di luar itu.