SuaraJatim.id - Sidang kasus obat berupa sirup yang diduga banyak menyebabkan anak-anak meninggal dunia masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri, Jawa Timur.
Terbaru, sidang yang berlangsung, Rabu (18/10/2023) lalu adalah tahap pledoi atau pembelaan bagi terdakwa.
Kuasa hukum empat terdakwa yakni Lanang Kujang Pananjung SH menegaskan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai telah keliru menafsirkan subyek hukum bagi para terdakwa dalam perkara a quo.
Menurutnya, seharusnya yang menjadi terdakwa adalah PT Afi Farma sebagai sebuah korporasi dan bukannya malah mendudukkan para terdakwa secara perorangan, sehingga sangat tidak benar dan tidak berdasarkan hukum.
Baca Juga:Hokky Caraka Murka, Anggap PSS Sleman Digembosi Wasit saat Ditahan Imbang Persik Kediri
"Perlu kami tekankan dalam perkara dugaan tindak pidana ini dilakukan oleh perusahaan. Artinya tindakan direktur dan atau karyawan tersebut dilakukan untuk Perseroan," kata dia saat ditemui di Solo, Senin (23/10/2023).
Lanang mnambahkan, bahwa lDirektur PT Afi Farma, berdasarkan Undang-undang Perseroan Terbatas sebagai penanggungjawab puncak dalam proses pembuatan obat, sedang peredaran obat yang diproduksi oleh Direktur PT Afi Farma adalah mewakili korporasi, bukan atas tindakan secara pribadi.
"Namun dakwaan dan surat tuntutan yang diajukan JPU kepada para terdakwa secara pribadi sebagai pihak yang bertanggungjawab, bukan kepada direktur PT Afi Farma selaku korporasi," jelas dia.
Sidang kasus sirop paracetamol produksi PT Afi Farma yang merenggut lima korban jiwa, semuanya adalah anak-anak disidangkan di PN Kota Kediri.
Seperti diketahui Direktur Utama PT Afi Farma, Arief Prasetya Harahap (terdakwa 1), dituntut 9 tahun penjara. Adapun tiga terdakwa lainnya Nony Satya Anugrah (terdakwa 2), Aynarwati Suwito (terdakwa 3) dan Istikhomah (terdakwa 3) dituntut masing-masing 7 tahun penjara dan menjatuhkan pula pidana denda terhadap para terdakwa sebesar Rp 1.000.000.000, subsidair enam bulan kurungan sebagaimana tuntutan 4 terdakwa itu sesuai dengan dakwaan pertama, yakni, Pasal 196 juncto (jo) Pasal 98 ayat (2) dan (3) UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Menurut Lanang, penempatan para terdakwa sebagai karyawan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi korporasi, kemudian ada keuntungan untuk korporasi, maka hal itu dianggap sebagai tindak pidana korporasi.
"Jadi penempatan Terdakwa 1, 2, 3, dan 4 sebagai perorangan yang bertanggung jawab secara pribadi tidak dapat dibenarkan, karena PT Afi Farma adalah perusahaan yang sudah memiliki legalitas dan CPOB dalam melakukan kegiatannya" kata Lanang Kujang Pananjung.