SuaraJatim.id - Program makan bergizi gratis (MBG) tidak memenuhi gizi yang cukup. Tidak sesuai dengan pedoman gizi seimbang yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Unsur Isi Piringku, seperti nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah tidak terpenuhi.
“Ketika hilang satu komponen, artinya tidak bisa dibilang makan bergizi. Saya tadi lihat di SMA 2 Muhammadiyah Sidoarjo. Saya tidak melihat ada sayurnya. Tahu itu lauk nabati. Tidak bisa menggantikan sayur,” kata ahli Gizi dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Paramita Viantry, Senin (6/1/2025).
Dosen prodi Gizi itu juga menyoroti mengenai pemberian susu kepada para siswa itu. Sebab, yang dikasih merupakan Susu UHT (Ultra High Temperature) atau kemasan. Menurutnya, UHT itu tidak sesuai karena masih sangat tinggi gula.
“Kalau susu UHT ini kita tidak bisa bilang susu murni. Karena masih sangat tinggi gulanya daripada proteinnya. Mengacu juga pada gizi seimbang itu, bahwa susu bukan lagi sebagai pelengkap dari menu makanan. Karena susu itu bagian dari protein hewani. Jadi, kalau sudah ada ayam atau ikan, tidak perlu pakai susu,” tegasnya.
Baca Juga:Tak Libatkan Pemprov Jatim, Makan Bergizi Gratis Baru Delapan Daerah
Dia menyampaikan, saat ini kasus diabetes terhadap anak masih sangat tinggi. Sehingga, pengaplikasian MBG ini harus lebih berhati-hati. Mesti sesuai dengan aturan yang ada. Sehingga, makanan yang diberikan kepada siswa yang memiliki gizi seimbang.
Kalaupun ingin menggunakan susu, dia menyarankan memakai susu bubuk. Jangan UHT. Karena memang rendah gula. “Di pedoman Isi Piringku itu menyatakan, susu adalah sebagai alternatif dari protein hewani. Bukan lagi sebagai pelengkap dari menu makan,” jelasnya.
Paramita meminta agar ada evaluasi terhadap menjalankan program MBG itu. Menurutnya, makan bergizi gratis bukan seperti pemberian massal kepada korban bencana. Akan tetapi, harus diperhatikan kandungannya di setiap komponen yang diberikan.
Pemberian makanan bergizi itu tidak perlu mahal. Anggaran Rp 10 ribu per orang itu baginya bisa memberikan makanan dengan gizi yang layak kepada anak-anak. Pemerintah bisa memanfaatkan bahan pangan lokal dari nelayan atau petani agar harganya lebih murah.
“Misalnya saja ikan. Ada ikan kembung atau lele. Dua ikan ini sangat padat gizi untuk tumbuh kembang anak. Itu menjadi salah satu masukan. Sehingga, tidak menghilangkan salah satu komponen makanan. Kita juga kan banyak petani dan nelayan. Kita bisa berdayakan mereka juga kan,” katanya lagi.
Baca Juga:Nahas, Atap SD Sidoarjo Ambruk Timpa Siswa: Padahal Baru Dibangun 2017
Tidak bisa sayur digantikan oleh tahu. Seharusnya dalam makanan bergizi, ada baiknya terdapat karbohidrat di nasi. Protein hewani ada di ayam, telur ikan atau susu. Lalu harus ada protein nabati ada tahu dan tempe. Serta ada sayur dan buah. “Tadi itu hanya kurang sayurnya saja,” bebernya.
Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia