- Asal-usul 'Jancuk' punya banyak versi.
- Berasal dari nama tank Belanda 'Jan Cox'.
- Makna bergeser dari umpatan jadi keakraban.
SuaraJatim.id - Siapa yang tak kenal kata "Jancuk"? Bagi masyarakat Jawa Timur, khususnya di Surabaya dan sekitarnya, kata ini begitu lekat dalam percakapan sehari-hari.
Meski seringkali dianggap sebagai umpatan kasar dan vulgar, "Jancuk" telah mengalami pergeseran makna yang kompleks, menjelma menjadi identitas budaya, simbol keakraban, hingga ekspresi beragam emosi.
Lantas, dari manakah sebenarnya asal-usul kata yang fenomenal ini? Sejarahnya ternyata diselimuti berbagai versi dan teori yang menarik untuk ditelusuri.
Dari medan perang hingga serapan bahasa asing, jejak "Jancuk" menunjukkan betapa dinamisnya sebuah bahasa berkembang dalam masyarakat.
Baca Juga:Bella Anjani Mahasiswi IKADO Surabaya Dorong Generasi Z LAWAN 'Narsisme' dengan Buku Ilustrasi
Salah satu teori paling populer mengaitkan "Jancuk" dengan masa perjuangan kemerdekaan di Surabaya.
Konon, para pejuang arek-arek Suroboyo kerap meneriakkan nama "Jan Cox" setiap kali melihat tank M3A3 Stuart milik Belanda melintas.
Tank yang ditakuti itu memiliki tulisan "Jan Cox" di badannya, yang diduga merujuk pada seorang pelukis Belanda.
Karena rasa benci dan kesal, seruan "Awas ada Jan Cox!" lama-kelamaan berubah menjadi umpatan "Jancuk".
Namun, kebenaran teori ini diragukan sebagian pihak yang menyebut foto tank tersebut sebenarnya diambil di Garut, bukan Surabaya.
Baca Juga:DPRD Jatim Sentil Anggaran Gizi: Masih Banyak Ketimpangan
Teori lain menyebutkan kata ini merupakan serapan dari bahasa Belanda lainnya, yakni "yantye ook" yang berarti "kamu juga".
Istilah ini populer di kalangan remaja Indo-Belanda pada era 1930-an dan kemudian diserap dengan pelafalan lokal.
Ada pula yang menduga asalnya dari era pendudukan Jepang, dari kata "sudanco" yang berarti "ayo, cepat!" dan sering diteriakkan kepada para pekerja romusha.
Karena diucapkan dengan nada paksaan, kata ini kemudian diplesetkan menjadi "dancok".
Dari Makna Seksual Menjadi Ekspresi Multiguna
Secara etimologi dalam bahasa Jawa, "Jancuk" atau "Jancok" diyakini berasal dari kata dasar "encuk" yang berarti bersetubuh atau bersenggama.
Kata ini tercatat dalam kamus Bausastra Jawa tahun 1939.[9] Penggabungan kata "jalok diencuk" (minta disetubuhi) kemudian melahirkan umpatan yang bernada sangat vulgar.
Namun, seiring berjalannya waktu, kata yang dulunya tabu ini mengalami ameliorasi atau pergeseran makna ke arah yang lebih positif dan netral di kalangan komunitas penggunanya.
Bagi arek-arek Suroboyo, "Jancuk" bukan lagi sekadar makian. Kata ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan budaya mereka yang egaliter, spontan, dan terbuka.
Budayawan Sudjiwo Tejo bahkan mempopulerkan "Jancuk" ke level filosofis melalui komunitas "Republik Jancukers".
Ia menganalogikan "Jancuk" seperti sebilah pisau. "Fungsi pisau sangat tergantung dari user-nya dan suasana psikologis si user. Kalau digunakan oleh penjahat, bisa jadi senjata pembunuh. Kalau digunakan oleh seorang istri yang berbakti pada keluarganya, bisa jadi alat memasak," ujarnya.
Kini, "Jancuk" bisa menjadi ekspresi untuk berbagai macam perasaan. Bisa untuk menunjukkan kemarahan ("Cok, gak usah cekel-cekel!"), kekaguman ("Wih, apik'e, Cok!"), atau sekadar sapaan akrab untuk teman dekat ("Cuk, nandi kon?").
Fleksibilitas makna inilah yang membuat "Jancuk" unik dan terus hidup, dari sebuah kata umpatan menjadi penanda keakraban yang khas Jawa Timuran.
Meta Deskripsi: Menelusuri asal-usul kata 'Jancuk' yang penuh misteri, dari dugaan nama tank Belanda, serapan bahasa asing, hingga evolusi maknanya dari umpatan tabu menjadi simbol keakraban dan identitas budaya Arek Suroboyo.