Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Senin, 26 Agustus 2019 | 18:40 WIB
Terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak menolak menandatangani berkas pidana tambah kebiri kimia di Lapas Klas IIB Mojokerto. [misti/beritajatim]

SuaraJatim.id - Aris (20), terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak, menolak hukuman pidana tambahan berupa kebiri kimia yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.

Tukang las asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto ini lebih memilih hukuman mati.

Pelaku pemerkosaan 9 anak ini menempati sel isolasi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Mojokerto bersedia ditemui setelah mendapatkan izin dari Kepala Lapas Klas IIB Mojokerto, Tendi Kustendi.

“Kalau disuntik, saya menolak. Karena itu dampaknya seumur hidup. Kata teman-teman juga seperti itu,” ungkapnya seperti diwartakan Beritajatim.com, Senin (26/8/2019).

Baca Juga: Tolak Kebiri, Komnas Ham: Masak Hukumannya Balik ke Era Jahiliyah

Masih kata terpidana, ia akan menerima hukuman hukuman apa pun, kecuali hukuman kebiri kimia. Termasuk hukuman maksimal penjara seumur hidup bahkan hukuman mati.

Terpidana juga mengaku tidak melakukan penganiayaan terhadap korbannya dalam setiap aksinya, namun dilakukan dengan memberikan iming-iming jajan.

“Saya pilih dihukum mati saja dari pada disuntik (kebiri kimia). Atau dihukum seumur hidup saya tidak apa-apa. Kalau boleh minta, hukuman 20 tahun. Saya cari dulu keliling begitu. Setelah ketemu, saya iming-imingi jajan. Tidak pernah menganiaya, ya tidak saya paksa. Kemudian (saya bawa) ke tempat sepi. Iya pernah di Masjid, tapi di luarnya,” katanya.

Terpidana memilih hukuman mati ketimbang harus menjalani pidana tambahan kebiri kimia. Ia mengaku menolak menandatangi surat eksekusi terkait pidana tambahan kebiri kimia tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Mojokerto Rudy Hartono masih belum bisa memastikan kapan eksekusi kebiri terhadap Aris (21), terpidana pemerkosa 9 anak dibawah umur akan dilakukan.

Baca Juga: Komisi VIII DPR: Hukum Kebiri Cocok untuk Pelaku Kejahatan Seksual

Kepada Suara.com, Rudy menjelaskan penentuan kapan eksekusi kebiri akan dilakukan masih menunggu setelah mendapat masukan dari dokter.

"Kami koordinasi dulu dengan dokter, rumah sakit, tempat, izin pengamanan, banyak prosedurnya. Ini kebiri menyangkut keselamatan," terang Rudy, Jumat (23/8/2019).

Namun Rudy meminta, eksekusi kebiri harus segera dilakukan secepatnya. Untuk itu, dia meminta agar jaksa segera mengurus semuanya, termasuk mencari dokter dan menyiapkan tempatnya.

Untuk diketahui, Muhammad Aris, pemuda berusia 21 tahun, menjadi pesakitan kasus asusila pertama yang bakal dihukum kebiri.

Aris adalah pemerkosa 9 anak di bawah umur di Mojokerto. Ia sempat melakukan upaya banding, namun ditolak. Kekinian, kasusnya sudah memunyai kekuatan hukum tetap alias inkracht dan segera dikebiri.

Warga Mengelo Tengah, Sooko, Mojokerto, Jawa Timur, divonis bersalah Pengadilan Negeri setempat Kamis (2/5/2019). Ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara plus dikebiri.

Kuasa hukum Aris saat itu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya. Namun, informasi yang terhimpun, PT Surabaya justru mengeluarkan putusan yang menguatkan vonis PN Mojokerto.

”Putusan bandingnya sudha terbit, menguatkan vonis kami. Kasusnya sudah memunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal 8 Agustus,” kata Kapala Kejari Mojokerto Rudy Hartono.

Kekinian, kata dia, Kejari Mojokerto masih berkoordinasi dengan dokter untuk melaksanakan hukum kebiri.

”Saya sudah perintahkan segera dieksekusi. Kami tengah mencari  dokter kebirinya,” kata Rudy.

Load More