Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Selasa, 08 Oktober 2019 | 15:20 WIB
Mohamad Imron, korban Pasung di Blitar. (Suara.com/Agus H)

SuaraJatim.id - Beberapa bulan sepulang dari Malaysia, Mohamad Imron (33), orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) asal Desa Gandekan, Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar itu memukuli ayahnya pada bagian kepala dengan linggis tanpa sebab yang jelas. Kejadian lebih dari 3 tahun lalu inilah yang membuatnya kini harus hidup dalam pasungan.

Ratinah (54), ibu Imron, menceritakan kembali kisah pilu yang dialami keluarganya itu ketika anak sulungnya yang baru pulang dari Malaysia tanpa sebab yang jelas tiba-tiba memukuli ayahnya, Slamet (65), dengan sebuah linggis di bagian kepala.

“Kepala dan wajahnya penuh darah yang keluar dari pelipis yang bocor,” ujar Ratinah dalam Bahasa Jawa.

Slamet, ujar Ratinah, dilarikan ke Rumah Sakit Mardi Waluyo Blitar dan menjalani perawatan selama lebih dari satu minggu. Sedangkan Imron, lanjutnya, diamankan warga dan dipasung di kandang kambing di belakang rumahnya.

Baca Juga: Klaim Ayah Pasung Sang Anak karena Sayang

“Jadi saya bolak-balik rumah sakit dan rumah. Di rumah sakit jagain bapaknya Imron, dan di rumah ngurus Imron, ngasih makan,” ujar Ratinah yang selama ini memang hanya tinggal bertiga karena dua adik Imron sama-sama bekerja di luar kota.

Apa yang mendorong Imron memukuli bapaknya sendiri yang sedang tiduran di kursi bambu, Ratinah tidak tahu.

Suara.com menanyakan kepada Imron apa yang membuatnya memukuli ayahnya sendiri, Slamet, pria bertubuh kecil yang sakit-sakitan.

“Tidak tahu. Mungkin waktu itu saya jengkel lihat bapak tiduran saja. Tapi kayak ada yang membisiki saya suruh ambil linggis dan pukul kepalanya,” ujar Imron.

Setelah itu Imron mengaku menyesal. Dan ketika warga sekitar rumah meringkusnya dia pun pasrah, termasuk ketika kemudian dia dipasung di kandang kambing.

Baca Juga: Pengakuan Bapak Pasung Anaknya di Tangsel: Saya Terpaksa

Kurang lebih selama dua tahun Imron tinggal di kandang kambing. Dengan kaki diikat rantai yang panjangnya kurang dari satu meter Imron tidur, makan, kencing dan buang air besar di tempat yang sama. Selama kurun waktu itu, dua kali Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar mengirimnya ke rumah sakit jiwa di Malang. Sekali diantaranya dia melarikan diri setelah beberapa minggu dirawat.

“Melarikan diri juga bukan ke mana-mana, tapi ke rumah saudara di Malang. Belasan kilometer dia jalan kaki. Anehnya dia bisa menemukan alamat saudara kami,” ujar Ratinah.

Namun sekembali dari perawatan di rumah sakit jiwa tidak membuat warga di sekitar rumah Imron bersedia melepas pasungnya. Menurut Ratinah, warga tetap bersikukuh Imron kembali dipasung jika ingin tetap tinggal di kampung mereka.

“Sebenarnya keadaan dia sekarang sudah jauh lebih baik. Kami biasa ngobrol, normal saja,” ujar Ratinah.

Kontributor : Agus H

Load More