Scroll untuk membaca artikel
Agung Sandy Lesmana
Selasa, 03 Desember 2019 | 22:35 WIB
Jurnalis Yuli Riswati yang dideportasi Pemerintah Hong Kong saat ditemui di Surabaya, Selasa (3/12/2019). (Suara.com/Arry Saputra).

SuaraJatim.id - Yuli Riswati, seorang imigran asal Indonesia memiliki kisah pilu akibat dideportasi oleh pemerintah Hong Kong. Ia juga merupakan seorang pekerja rumah tangga (PRT) sekaligus jurnalis warga yang kerap menuliskan kisah dan isu-isu buruh migran.

Polemik kasus penahanan dan dideportasi atas tuduhan pelanggaran izin kerja (visa) yang dialami Yuli bermula pada 23 September 2019 lalu. Saat itu, ada 4 petugas imigrasi yang datang ke rumah majikannya menanyakan bahwa izin tinggalnya sudah melebihi batas.

"Saya baru ingat dan mengambil dokumen, ternyata izin kerja saya hanya sampai 27 Juli. Kasus pekerja rumah tangga migran di Hong Kong ketika memberikan izin tinggal, pihak imigrasi akan mengacu pada masa berlaku paspor," kata Yuli saat ditemui di Surabaya, Selasa (3/12/2019).

Sebagai PRT Migran yang sudah bekerja selama 10 tahun, Yuli pada saat itu menjalani masa kontrak kerja selama 2 tahun. Namun karena masa berlaku paspornya sudah habis, ia terpaksa ditahan. Padahal, menurutnya, kasus serupa yang dialami oleh imigran lain biasa diselesaikan dengan hanya meminta maaf.

Baca Juga: Tertembak di Hong Kong, Jurnalis Indonesia Veby Mega Cerita Traumanya

Jurnalis Yuli Riswati yang dideportasi Pemerintah Hong Kong saat ditemui di Surabaya, Selasa (3/12/2019). (Suara.com/Arry Saputra).
Jurnalis Yuli Riswati yang dideportasi Pemerintah Hong Kong saat ditemui di Surabaya, Selasa (3/12/2019). (Suara.com/Arry Saputra).

"Sebenarnya kasus seperti ini cukup diselesaikan pihak pekerja dan majikan dengan meminta maaf dengan pihak imigrasi dan akan memberikan visa baru," ujarnya.

Ternyata ada perbedaan dengan perlakuan pihak imigrasi terhadap Yuli, ia malah ditangkap atas tuduhan pelanggaran ijin kerja (visa). Selama 6 jam menjalani pemeriksaan oleh pihak imigrasi, Yuli akhirnya diperkenankan pulang dengan membayar jaminan uang sebesar USD 500.

Beberapa hari kemudian, ia kembali dihubungi oleh untuk dilakukan penahanan pihak imigrasi Hong Kong. Pada tanggal 26 September, Yuli kembali diperiksa dengan didampingi oleh pengacaranya. Ia dipindah ke tempat imigrasi lainnya untuk ditahan sebelum persidangan.

Namun, setelah membayar uang jaminan sebesar USD 1000, Yuli diperbolehkan  kembali ke rumah majikan sambil menunggu persidangan yang sudah dijadwalkan pada 30 September 2019.

"Dalam urusan tinggal ini dalam semua urusan pekerja rumah tangga seperti kasus saya tidak diperkenankan lagi untuk bekerja dan mendapatkan gaji. Jadi hanya diperbolehkan untuk tinggal. Karena statusnya adalah tahanan luar," katanya.

Baca Juga: Riset Psikolog: Kerja Keras, Jurnalis Indonesia Rawan Kena Gangguan Jiwa

Sidang pertama yang dijalani oleh Yuli ia dibacakan dakwaan yang mengalami overstay, pihak pengadilan menjadwalkan sidang lanjutan satu bulan kemudian. Selama menunggu sidang lanjutan itu ia diwajibkan lapor ke kantor polisi selama dua minggu sekali.

"Dalam jeda waktu itu dokumen saya ditahan oleh imigrasi, majikan dengan pengacara menghubungi imigrasi menanyakan pembantunya sudah overstay selama sebulan lebih. Imigrasi pun menyampaikan jika itu bukan kasus besar cukup suruh pekerja membawa dokumen dan akan diberikan visa baru," ucap Yuli.

Yuli melanjutkan jika majikannya mengatakan jika dokumennya telah ditahan oleh pihak imigrasi. Imigrasi pusat ini pun menanyakan pihak imigrasi mana yang menahan dokumen itu dan mencoba menghubunginya.

Yuli pun mulai mencurigai jika insiden penahanan ini erat katiannya dengan aktivitasnya yang biasa menulis isu-isu seputaran masalah di Hong Kong yang sempat viral di media sosial.

"Setelah imigrasi Wan Chai menghubungi balik majikan, ternyata kasus pembantumu spesial. Di situ lah muncul kecurigaan dengan apa yang dimaksud spesial," katanya. 

Selama menunggu sidang lanjutan pada 4 November, pengacara Yuli pun mencoba menghubungi pihak departemen of justice Hong Kong memberikan bukti kasus serupa yang dialami PRT tidak sampai ke persidangan hingga ke penahanan.

"Departemen of Justice tiga hari sebelum persidangan, memberikan surat jika Yuli tidak akan dituntut tapi harus mengakui jika melanggar izin tinggal dan tidak akan melakukan tuntutan apapun. Kami pun udah menganggap clear," kata Yuli.

Pada 4 November, Yuli menganggap jika kasus ini akan selesai, pihak pengadilan, hakim membacakan putusan dan dihukum dengan hanya diberikan peringatan dalam satu tahun kedepan tidak boleh melakukan pelanggaran hukum atau berkelakuan buruk.

Namun, masalah muncul kembali ketika pengadilan ke imigrasi mengambil dokumen. Imigrasi pun menyatakan tidak bisa memberikan dokumen dengan alasan kasus Yuli dilimpahkan ke imigrasi CIC. Disitu tempat para pekerja asing yang ilegal dan akan dideportasi.

"Sebelum pihak persidangan memutuskan ternyata pihak imigrasi sudah melimpahkan berkas saya. Saya dibawa ke CIC dan di situ saya harus menjalani penahanan. Padahal pengadilan tidak menyebutkan adanya penahanan dan kasus ini selesai," terangnya.

Ternyata Yuli akhirnya menjalani penahanan di CIC selama 28 hari dan akhirnya dideportasi dipulangkan ke Indonesia.

Kontributor : Arry Saputra

Load More