Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 14 Januari 2020 | 21:17 WIB
Ketua Komisi A DPRD Jember Tabroni. [Suara.com/Ahmad Suudi]

SuaraJatim.id - Hingga kini, Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Perda APBD) Jember tahun 2020 gagal disahkan. Lantaran itu, kekinian proses pengesahan APBD harus melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang wajib disetujui Gubernur Jawa Timur.

Tidak disahkannya Perda APBD 2020 karena rancangannya pun belum disepakati bersama antara eksekutif maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.

Ketua Komisi A DPRD Jember Tabroni mengatakan komunikasi legislatif dengan bupati di Jember tidak berjalan dengan baik menjadi sumber masalahnya. Terutama, setelah pihaknya menggunakan hak interpelasi dan hak angket akhir tahun 2020, karena Bupati Faida dan pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) di bawahnya, tidak menghadiri dua panggilan DPRD Jember.

"Buntunya (komunikasi) sudah lama. Makanya kita interpelasi," kata Tabroni di kantornya, Selasa (14/1/2020).

Baca Juga: Bakal Panggil Paksa Bupati Faida, DPRD Jember Konsultasi ke Polri

Rancangan Perda APBD 2020 yang belum disepakati, juga diikuti permasalahan lain yang mengemuka pada akhir tahun 2019. Misalnya, robohnya atap sejumlah gedung aset Pemkab Jember yang baru dibangun, tidak dibukanya lowongan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan tertundanya pengangkatan jabatan 115 PNS Pemkab Jember.

Dosen Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negeri Jember (Fisip Unej) Hermanto Rohman mengatakan APBD yang disahkan melalui Perkada memiliki berbagai konsekwensi karena dilengkapi rekomendasi dan batasan dari gubernur yang menyetujuinya.

Beberapa batasannya anggaran hanya untuk pengeluaran wajib dan pengeluaran yang mengikat, nilai APBD harus sama dengan yang disahkan tahun lalu, dan tidak boleh digunakan untuk belanja hibah kecuali keperluan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Menurutnya Gubernur Jawa Timur kini memiliki posisi yang penting dalam pengesahan Perda APBD 2020 di daerah 1.000 gumuk itu, lantaran memiliki kewenangan memediasi legislatif dan eksekutif demi penyepakatan isi APBD. Di sisi lain DPRD Jember menafsirkan bahwa untuk memaksimalkan pelayanan umum, APBD 2020 harus disahkan melalui Perda, bukan Perkada.

"Tapi di sini siapa yang harus aktif? Yang harus aktif pihak yang diberi kewenangan untuk memediasi. Kalau sudah terlambat masa waktu APBD-nya, untuk kabupaten, itu melalui gubernur. Andai kata Gubernur Jawa Timur menganggap Perkada itu sudah cukup, ya sudah selesai," kata Koordinator Pusat Pemberdayaan Masyarakat Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Unej itu.

Baca Juga: Prihatin Kondisi Suami, Istri Anggota DPRD Jember Bawakan Rantang Makanan

Kalau Gubernur Jawa Timur juga memandang untuk kepentingan publik Perda APBD 2020 harus disahkan, maka mereka harus aktif melakukan mediasi eksekutif dan legislatif Jember. Pasalnya selain komunikasi yang tidak baik antara keduanya, waktu pembahasan Rancangan APBD 2020 sudah habis karena telah memasuki tahun anggarannya.

Mediasi untuk membahas Rancangan APBD Jember 2020 itu belum juga terlaksana hingga membuahkan hasil pengesahan melalui Perda. Kini justru berlangsung proses menuju pengesahan Rancangan APBD melalui Perkada. Maka akan hanya belanja wajib dan mengikat saja yang bisa dilaksanakan oleh Pemkab Jember.

"Belanja wajib itu seperti gaji pegawai, pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Sementara belanja mengikat seperti tanggungan-tanggungan. Pembangunan infrastruktur fisik yang bisa dilakukan hanya yang mendukung pelayanan dasar, misalnya jalan menuju akses pendidikan atau kesehatan," katanya.

Kontributor : Ahmad Su'udi

Load More