SuaraJatim.id - Larangan mudik untuk mencegah penularan pandemi Virus Corona yang diumumkan pemerintah mulai Jumat (24/4/2020), nampaknya tak membuat pemudik mengurungkan niatnya. Meskipun mereka harus rela menjalani karantina ketika sampai di kampung halamannya.
Hal itu pula yang dirasakan Adi, warga Desa/Kecamatan Gumuk Mas, Kabupaten Jember yang nekat mudik pada Rabu pagi (22/4/2020). Kepada Suara.com, Adi menceritakan perjalanan mudiknya yang tidak biasa pada tahun ini.
Selama perjalanan pulang dari Surabaya menuju Jember, Adi mengaku berjalan seperti biasa. Tidak ada pemeriksaan di pos pemantauan pintu masuk perbatasan kota seperti yang beberapa waktu belakangan santer diberitakan. Tanpa pemeriksaan Adi dan rekannya sesama warga Desa Gumuk Mas sampai di rumah sekitar pukul 09.30 WIB.
Meski sudah tiba di rumah, tidak sempat berlama-lama, Adi diminta segera ke puskesmas untuk melapor dan memeriksakan diri. Lantaran, kedua orang tua Adi khawatir jadi ramai, jika dijemput paksa menggunakan ambulans.
“Keluarga yang minta, karena takut sampai dijemput ambulans kalau nggak segera lapor. Kami patuh datang ke puskesmas,” ceritanya saat dihubungi pada Sabtu (25/4/2020).
Sesampainya di Puskesmas Desa Gumuk Mas, ternyata Adi tidak diperiksa. Malah pihak puskesmas menyarankannya ke kantor desa menemui perangkat desa. Arahan tersebut pun diikutinya. Sesampainya di kantor desa, Adi bertemu perangkat desa dan sempat diperiksa suhu tubuhnya menggunakan termometer.
Adi mengakui, suhu tubuhnya masih normal, sekitar 36 derajat celsius. Meski begitu, dia disarankan untuk melakukan karantina di Jember Sport Garden (JSG) yang menjadi pemusatan karantina Covid-19 dan telah disediakan pemerintah Kabupaten Jember. Lantaran, tak ada pilihan karantina mandiri, akhirnya, ia pun menurut mengikuti prosedur yang disarankan meski terasa berat.
“Di kantor desa diperiksa suhu tubuh, waktu dicek normal tapi tetap diminta masuk JSG untuk karantina. Ya kami ikuti sampai sekarang ada di sini (karantina JGS),” katanya.
Adi mengaku paham betul, jika kepulangannya ke kampung halaman berisiko dan bakal menjalani karantina. Namun, pilihan sadarnya itu adalah pilihan terakhir yang harus ditanggung, lantaran di warung makan tempatnya bekerja di Kota Surabaya sudah tutup, sejak Pandemi Corona.
Baca Juga: Iwan Fals Ditangkap Nyolong Motor di Jember
Lantaran, kehidupan di perantauan yang tak menentu itulah, Adi dan banyak rekan kerjanya memutuskan kembali pulang ke daerahnya masing-masing.
“Karyawannya diliburkan sampai waktu tidak ditentukan. Jadi pulang saja, mau bertahan juga biaya hidup buat makan dari mana,” cerita pria 22 tahun tersebut.
Menjalani karantina, bagi Adi bukanlah perkara mudah. Pada awalnya, memang berjalan biasa saja. Namun, Adi merasakan kesedihan saat sahur pertama di Bulan Ramadan 1441 Hijriah dilalui di pusat karantina. Meski tidak sendiri, tetap saja tidak bisa mengobati kesedihan Adi. Kerinduan untuk sahur bersama keluarga di rumah, serta menikmati masakan ibu.
Di pusat karantina tidak banyak kegiatan yang dapat dilakukan, terlebih saat Ramadan. Pengawas di karantina hanya mengatur jadwal berolahraga di sore hari sebelum berbuka. Selebihnya, mereka bebas berkegiatan selama masih di dalam pusat karantina. Waktu senggang ini biasa digunakan tidur atau sekedar mengobrol sesama peserta karantina.
“Pas puasa gini pagi itu ya tidur, nggak terlalu banyak aktivitas. Kadang ya ngobrol, main medsos dan pastinya sering video call sama keluarga,” katanya.
Sementara untuk sedikit mengurangi kejenuhan, Adi sering menelepon keluarga di rumah. Sekedar menanyakan kabar, bercerita kegiatan hingga membicarakan makanan yang dimasak ibunya. Untuk urusan makanan, Adi menilai tidak sesuai dengan yang dikatakan perangkat desa sebelum dirinya masuk karantina pusat tersebut. Bukan tidak bersyukur, hanya saja Adi dan rekannya merasa tidak sesuai dengan yang dikatakan perangkat desa sebelum ia ke pusat karantina JSG.
“Sebelum kesini perangkat desa itu bilang di JSG itu fasilitas lengkap, makan enak ada karaoke sampai baju diloundri gak usah nyuci. Ternyata gak semua benar,” kata Adi.
Kata-kata perangkat desa tersebut menurut Adi masuk akal, karena pusat karantina dibiayai pemerintah namun nyatanya di lapangan tidak seperti dibayangkan. Makanan yang diberikan pada penghuni karantina berasal dari dapur umum yang didirikan di seputar pusat karantina. Adi menuturkan menu sahur pertama berupa nasi bungkus dengan sedikit sayur urap pepaya, kacang panjang dan kubis serta sepotong kecil telur dadar.
“Harapan kami ya agar lebih diperhatikan lagi, yang kami pikirkan, jika kami karantina terus di sini tanpa asupan gizi bukannya sehat malah tambah sakit, apalagi ini puasa,” kata Adi.
Kini Adi hanya bisa pasrah sembari menanti waktu karantinanya berakhir. Ia berharap tetap sehat sehingga dapat lolos dari masa karantina dan kembali berkumpul bersama keluarga sebelum lebaran.
Kontributor : Nurul Aini
Berita Terkait
-
Ogah Isolasi Mandiri, Awas Karantina di Rumah Berhantu Bila Mudik ke Sini!
-
Belajar Nyuci Saat Karantina, Pesona Sosialita Cantik Ini Jadi Sorotan
-
Ngeyel Keluar Saat Karantina, Bocah 16 Tahun Tewas Ditembak Ayah Tiri
-
Ikut Tahlilan, 6.000 Warga Desa Tulungagung Dikarantina Virus Corona
-
Lokasi Tempat Karantina Jamaah Tabligh
Terpopuler
- Pemain Terbaik Liga 2: Saya Siap Gantikan Ole Romeny!
- Pemain Arsenal Mengaku Terbuka Bela Timnas Indonesia
- 3 Pemain Timnas Indonesia U-23 yang Perlu Diparkir saat Lawan Malaysia
- Pemain Keturunan Rp225 Miliar Tolak Gabung Timnas Indonesia, Publik: Keluarga Lo Bakal Dihujat
- 4 Sedan Bekas Murah di Bawah Rp 30 Juta: Perawatan Mudah, Cocok untuk Anak Muda
Pilihan
-
FULL TIME! Timnas Indonesia U-23 ke Semifinal, Malaysia Tersingkir
-
Spanduk-spanduk Dukungan Suporter Timnas U-23: Lari Ipin Lari Ada King Indo
-
Statistik Babak Pertama Timnas Indonesia U-23: Penyelesaian Akhir Lemah!
-
Hasil Babak Pertama Timnas Indonesia U-23 vs Malaysia
-
Cahya Supriadi Tampil, Ini Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-23 vs Malaysia
Terkini
-
AgenBRILink Makin Diandalkan, Volume Transaksi Capai Rp843 Triliun dalam Semester Pertama 2025
-
Tinjau Koperasi Merah Putih Mojokerto, Gubernur Khofifah: Kemitraan dengan UMKM, Bukan Kompetisi
-
UINSA Didorong Jadi Cahaya Bank Syariah, Khofifah: Prodi Islamic Finance Harus Jadi Referensi!
-
Gubernur Khofifah Gandeng Bulog: Wujudkan Koperasi Desa Merah Putih Jadi Kekuatan Ekonomi Riil!
-
9 Kekuatan Spiritual Pemilik Tanda M di Telapak Tangan