Scroll untuk membaca artikel
Dwi Bowo Raharjo
Sabtu, 25 Juli 2020 | 02:05 WIB
Kondisi Waduk Pacuh saat kemarau. (Suara.com/Amin Alamsyah)

SuaraJatim.id - Setiap musim kemarau air menjadi barang langka di Desa Pacuh dan sekitarnya. Banyak diantara mereka sampai membeli air untuk kebutuhan setiap hari maupun pertanian.

Bahkan waduk desa yang biasanya menjadi andalan warga dan petani setiap musim kemarau, kini airnya malah surut. Waduk seluas 13 hektar di Jawa Timur ini kini tidak lagi bisa mengairi persawahan.

Banyak diantara mereka hanya bisa melakukan dua kali panen dalam setahun. Penyebabnya karena waduk surut, sehingga petani kesulitan mencari sumber air. Maklum, di daerah Gresik Selatan, meliputi Kecamatan Balongpanggang, Benjeng dan sekitarnya ketika musim kemarau berpotensi kekurangan air.

Kondisi itu dibenarkan oleh Kasun Dusun Pacuh Heri saat ditemui di kediamannya, Jum'at (24/7/2020). Menurutnya, waduk yang memiliki kedalaman 3 meter itu tidak bisa diandalkan ketika musim kemarau datang. Petani harus mencari akal agar lahan tetap bisa produktif.

Baca Juga: Kekeringan sejak Awal Juni, Gunungkidul Tetapkan Status Tanggap Darurat

"Bagi petani yang mampu, di musim kemarau air bisa didapatkan dari membeli. Tapi yang tidak mampu, terpaksa tidak menggarap lahannya," kata Heri saat ditemui.

Biasanya, petani Desa Pacuh memanen hasil taninya sebanyak tiga kali dalam setahun. Dua kali panen padi satu kali panen kangkung. Untuk masa kemarau biasanya petani menanam tumbuhan yang tidak membutuhkan banyak air.

"Kalau tahun ini petani masih bisa bernafas. Tanaman kangkung menjadi pilihan karena tidak membutuhkan air banyak," terangnya.

"Semoga saja hujan tahun ini tidak terlambat seperti tahun kemarin. Sebab daerah kami yang kekurangan air, hujan menjadi berkah. Banyak warga mengandalkan dari air hujan," terangnya lagi.

Sedangkan asal mula adanya Waduk Desa Pacuh itu, disebutkan Heri sejak tahun 70-an. Saat itu ABRI masuk desa dan membuat waduk untuk kebutuhan pengairan. Namun lambat laun, waduk desa diambil alih oleh Pemda Gresik pada tahun 2015. Pengalihan kepemilikan itu karena kos anggaran pemelihaan waduk sangatlah tinggi. Desa tidak memilki dana untuk perawatannya.

Baca Juga: Potret Ngenes Zimbabwe, Hadapi Pandemi Dalam Kelaparan dan Kekeringan

"Setahu saya begitu. Namun yang menjadi kendala saat ini, pintu waduk rusak. Akibatnya waduk tidak bisa menyimpan air dalam kondisi lama," jelasnya.

Load More