SuaraJatim.id - Raden Mas Suryo atau RM Suryo belum genap tiga bulan menjabat sebagai gubernur Jawa Timur ketika pasukan Inggris mendarat di Pelabuhan Tanjuk Perak, Surabaya, 23 Oktober 1945.
Jawa Timur merupakan provinsi baru karena usia negeri ini memang masih bayi. Pergolakan perang, sosial politik dan pemerintahan menjadi masalah pelik siapapun yang menjabat waktu itu. Tidak terkecuali bagi RM Suryo.
November 1945 dicatat sebagai hari paling berdarah di Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya. Inggris yang datang bersama sekutu datang untuk melucuti senjata pasukan Jepang yang kalah perang.
Dikutip dari buku: Jejak-jejak Pahlawan karya J.B Sudarmanto, ternyata pasukan NICA (Nederlandsch Indies Civiel Administration) ke Surabaya membonceng pasukan Inggris. Situasi itulah yang membuat panas laskar rakyat sehingga bentrok-bentrok kecil kerap terjadi.
Baca Juga: Surabaya Jadi Destinasi Pemasaran BMW X3 dan X4 M Competition
Nah, Gubernur Suryo yang belum genap menjabat tiga bulan itu dihadapkan pada situasi pelik semacam itu. Apalagi setelah Jenderal Mallaby, komandan pasukan Inggris tewas di Kota Surabaya.
Kemudian ketika pasukan Inggris marah dan mengultimatum agar semua orang Indonesia yang bersenjata, terutama rakyat Surabaya menyerah paling lambat 10 November 1945.
Bila tuntutan tersebut tidak dituruti maka Surabaya akan dibumi hanguskan oleh meriam-meriam Inggris. Pemerintah Pusat di Jakarta kerepoten meredam emosi Inggris pada waktu itu. Sampai akhirnya semua keputusan nasib Kota Surabaya diserahkan kepada pemerintah daerah.
"Gubernur Jawa Timur (Suryo) kemudian mengadakan perundingan dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Hasil keputusan bulat menolak ultimatum Inggris tersebut," demikian ditulis J.B Sudarmanto dalam bukunya.
Bisa ditebak, pembangkangan ultimatum ini membuat Inggris murka. Mereka memborbardir Kota Surabaya. Perang sengit pun akhirnya terjadi antara Inggris melawan barisan tentara rakyat. Jutaan orang menjadi korban dalam perang yang dikenal sebagai Perang 10 November 1945 itu.
Baca Juga: Seorang Pegawai Positif COVID-19, DPRD Kota Batu Lockdown
Karena perang berkecamuk sangat dahsyat, Gubernur Suryo lantas memindahkan pemerintahan provinsi ke Mojokerto, kemudian pindah ke Malang, Jawa Timur, sampai perang berakhir.
Berita Terkait
-
KPK Periksa 34 Saksi Kasus Dana Hibah Jawa Timur, 6 Orang Anggota Dewan
-
Program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor Provinsi Jawa Timur Resmi Berakhir
-
Update Korban Tragedi Kanjuruhan Jadi 574 Orang, Per Kamis 6 Oktober 2022
-
Emil dardak Senang Jatim Bersiap Jadi Tuan Rumah EAROPH World Congress ke-28
-
Jatim Bersiap Jadi Tuan Rumah EAROPH World Congress ke-28, Emil Dardak Ngaku Senang
Terpopuler
- Sama-sama Bermesin 250 cc, XMAX Kalah Murah: Intip Pesona Motor Sporty Yamaha Terbaru
- Robby Abbas Pernah Jual Artis Terkenal Senilai Rp400 Juta, Inisial TB dan Tinggal di Bali
- Profil Ditho Sitompul Anak Hotma Sitompul: Pendidikan, Karier, dan Keluarga
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- Ini Alasan Hotma Sitompul Dimakamkan dengan Upacara Militer
Pilihan
-
Perempuan Gratis Naik Transportasi Umum di Jakarta Hari Ini, dari LRT Hingga MRT
-
Liga Inggris: Kalahkan Ipswich Town, Arsenal Selamatkan MU dari Degradasi
-
Djenahro Nunumete Pemain Keturunan Indonesia Mirip Lionel Messi: Lincah Berkaki Kidal
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Layar AMOLED Terbaik April 2025
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V50 Lite 4G vs vivo V50 Lite 5G, Serupa Tapi Tak Sama!
Terkini
-
Rizki Sadig Kembali Pimpin PAN Jawa Timur
-
Pemprov Jatim Siap Urus Penerbitan Ulang Ijazah Pekerja Ditahan, Gubernur Khofifah: Solusi Konkret
-
Penyelenggara Barati Cup International 2025 Buka Suara Perihal Kisruh Jadwal Pertandingan
-
Batik Tulis Lokal Go Internasional dengan Dukungan BRI
-
Makin Ramah Pengguna, BRImo Hadir dengan Bahasa Indonesia dan Inggris