Scroll untuk membaca artikel
Yovanda Noni
Sabtu, 17 Oktober 2020 | 12:08 WIB
Ilustrasi demo (Shutterstock).

Mereka dibiarkan tidur tanpa alas. Pemeriksaan kemudian berlangsung tanpa adanya pendampingan hukum oleh LBH. Semua barang kemudian disita hingga sidik jari diambil. Mereka juga harus menjalani rapid test.

"Tidak ada yang bisa dihubungi karena semua barang-barang kami disita untuk barang bukti. Yang gak ada masker di kasih masker. Kemudian disuruh foto kayak tersangka. Setelah foto acaranya penyidikan dipanggil 5 orang ke penyidik. Itu juga masih belum pakai baju," ujarnya.

Saat pemeriksaan petugas kepolisian menjelaskan bahwa EA terancam dijerat Pasal 214 KUHP tentang melawan petugas dan Pasal 170 tentang pengerusakan. Padahal EA sama sekali tak melakukan kedua hal tersebut.

Melalui berbagai proses pemeriksaan, EA akhirnya dibebaskan pada Jumat (9/10/2020) malam.

Baca Juga: Buruh dan Mahasiswa Demo UU Cipta Kerja, Istana: Kita Agak Lupa

Dia diminta membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya.

"Selama berjalannya pemeriksaan kami diberi makan, kemudian di beri motivasi dan terkahir sebelum keluar kami diminta untuk tanda tangan surat pernyataan mengakui salah dan tidak mengulangi lagi," katanya.

Setelah bebas, EA selama beberapa hari terakhir mengobati lukanya sendiri tanpa ada jaminan dari aparat kepolisian yang sudah membuatnya terluka.

Barang-barang berupa kamera dan drone untuk dokumentasi liputannya juga belum dikembalikan. Sementara handphone yang ia punya saat disita juga tidak dikembalikan.

"Belum balik barang saya, kamera dan drone sampai sekarang belum dikembalikan polisi. Sempet dijanjikan katanya Sabtu, ternyata Jumat malam bilang Senin balik, kemudian sampai sekarang masih digunakan untuk bukti penyelidikan," jelasnya.

Baca Juga: Nadiem Terjunkan Mahasiswa Bidikmisi Bantu Siswa Belajar Dari Rumah

Sampai saat ini, EA masih merasakan nyeri bekas luka yang ia terima dari penganiayaan yang dilakukan oleh polisi.

Load More