SuaraJatim.id - Kasus kekerasan seksual atau pelecehan seksual di Jawa Timur jadi sorotan, terlebih terjadi di lingkungan pondok pesantren.
Merespons itu, Kementerian Agama (Kemenag) meminta asas-asas pendirian pondok pesantren dijunjung tinggi, sehingga kasus serupa tidak akan terjadi lagi.
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur As'adul Anam mengakui kasus kekerasan seksual di pesantren telah terjadi sejak beberapa tahun lalu.
"Terbaru di Jatim memang ada dua kasus, yaitu di Pondok Pesantren Banyuwangi dan Jombang," ujarnya, Sabtu (9/7/2022).
Kasus yang terjadi di pondok pesantren Shiddiqiyyah Ploso Jombang, berujung pencabutan izin operasional oleh Kemenag.
Kebijakan dilakukan karena terindikasi ada perintah dari kiai untuk menghalangi tugas kepolisian saat akan menangap putranya, MSAT, yang berstatus tersangka perkosaan santriwati. Akibatnya, Kemenag menilai Ponpes Shiddiqiyyah melanggar asas kemaslahatan pesantren.
Anam menjelaskan, syarat pendirian pesantren sebelum memperoleh izin operasional dari Kemenag adalah wajib memenuhi rukun makhat, di antaranya meliputi asas kebangsaan, kemanfaatan dan kemaslahatan.
"Kalau asas-asas pendirian pesantren itu dijunjung tinggi, tentu tidak akan terjadi kekerasan dalam bentuk apapun di pondok pesantren," ucapnya.
Menurut dia, tidak hanya kiai pendiri pondok pesantren yang harus menjunjung tinggi asas tersebut, namun juga berlaku bagi seluruh pemangku kebijakan setempat.
Kemenag, lanjut Anam, sebenarnya selama ini telah mengawasi keberlangsungan belajar mengajar di seluruh pondok pesantren yang memperoleh izin operasional.
Bahkan Kemenag turut menggandeng "Rabithah Ma'ahid Islamiyah" (RMI) dari lembaga Nahdlatul Ulama (NU) dalam proses pengawasannya.
Belum lama lalu, Kemenag bersama RMI telah mendeklarasikan pesantren ramah santri.
"Saat ini kami sedang menyusun buku panduan pesantren ramah santri, demi mencegah terjadinya kekerasan dalam bentuk apapun," katanya.
Anam memastikan, saat ini Kemenag juga telah berkoordinasi dengan perwakilan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa UNICEF untuk melaksanakan proses pendampingan, khususnya terhadap santri-santri yang pernah mendapatkan kekerasan. (Antara)
Tag
Berita Terkait
-
Soroti Kasus Pencabulan di Pesantren Shiddiqiyyah, Anwar Abbas: Harus Ada Pembenahan Serius
-
Waketum MUI Dorong Pengurus Pesantren Shiddiqiyyah Menyerahkan Sepenuhnya Kasus MSAT kepada Penegak Hukum
-
Ulasan Buku 'Lari dari Pesantren': Kisah Dua Anak yang Penuh Makna
-
Selain Cabut Izin, Kemenag Jatim Juga Stop Semua Bantuan Dana Operasional Pesantren Shiddiqiyah
-
Kekerasan Seksual di Pesantren Harus Cepat Ditangani
Terpopuler
- Dulu Dicibir, Keputusan Elkan Baggott Tolak Timnas Indonesia Kini Banjir Pujian
- Lupakan Brio, Ini 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Sporty dan Irit Mulai Rp60 Jutaan
- Siapa Brandon Scheunemann? Bek Timnas Indonesia U-23 Berdarah Jerman yang Fasih Bahasa Jawa
- Di Luar Prediksi! 2 Pemain Timnas Indonesia Susul Jay Idzes di Liga Italia
- Ayah Brandon Scheunemann: Saya Rela Dipenjara asal Indonesia ke Piala Dunia
Pilihan
-
2 Pemain Keturunan Resmi Sepakat Gabung Timnas Indonesia
-
Bakal Dampingi Prabowo Hadiri Kongres PSI di Solo, Gibran: Sekarang Kerja Dulu
-
RI Cari Celah! CPO, Kopi, Hingga Nikel Bisa Dapat Tarif 0 Persen di AS
-
Kinerja Bisnis Meroket di Triwulan II 2025, BI Ungkap Sektor Ini Jadi Motor Penggerak!
-
182 Juta Batang Rokok Ilegal Disita, Pabrik Kena Sanksi Miliaran!
Terkini
-
Gubernur Khofifah Wujudkan MPLS Ramah, Kampanyekan Ramah Anak, Edujatif, Inklusif dan Anti Bullying
-
Check-Up Rutin: Investasi Kesehatan untuk Cegah Kanker
-
Tren Skincare Anti-Aging 2025: Dari Serum Retinol hingga Perawatan Laser, Apa yang Paling Efektif?
-
Rahasia Hubungan Intim Suami Istri dalam Islam: Ibadah Bernilai Pahala & Tips Lengkapnya
-
Gen Z Lelah Cari Kerja? Profesi Zaman Dulu Kembali Jadi Incaran, Ini Daftarnya