Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Minggu, 07 Agustus 2022 | 11:43 WIB
Inspektur Jenderal polisi Ferdy Sambo [Foto: Timesindonesia]

SuaraJatim.id - Irjen Pol Ferdy Sambo dibawa ke Markas Komando Brimob dan ditahan di Provost. Ia bakal diperiksa terkait pelanggaran kode etik di tempat kejadian perkara.

Hal ini disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo. Ferdy Sambo, kata dia, ditempatkan di tempat khusus di Korps Brimob dalam rangka pemeriksaan pelanggaran etik penanganan pemeriksaan TKP tewasnya Brigadir J.

Meskipun begitu, Ferdy tidak ditahan. Ia hanya akan menjalani pemeriksaan sehingga butuh penempatan khusus. Sementara untuk kasus terwasnya Brigadir J sendiri sampai sekarang belum ada tersangkanya.

"(Penempatan khusus) dalam konteks pemeriksaan. Jadi, tidak benar ada itu (penangkapan dan penahanan)," ujar Dedi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (07/08/2022).

Baca Juga: Dibawa ke Mako Brimob, Ferdy Sambo Jadi Tersangka Penembakan Brigadir J?

Sementara itu, Menteri Koodinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD membenarkan kabar tersebut.

"Ya, saya sudah mendapat info bahwa Ferdy Sambo dibawa ke Mako Brimob dan Provost," kata Mahfud MD.

Yang menjadi pertanyaan orang-orang, tutur Mahfud, adalah mengapa Ferdy Sambo ditahan di Provos yang seolah-olah mengindikasikan bahwa Ferdy hanya diperiksa dalam pelanggaran etik.

Terkait hal tersebut, Mahfud meluruskan bahwa, menurut hukum, pelanggaran etik dan pelanggaran pidana itu bisa sama-sama berjalan dan tidak harus saling menunggu.

"Serta tidak bisa saling meniadakan," ucap Mahfud seperti dikutip dari Antara, Minggu (07/08/2022).

Baca Juga: Warganet Twitter Kecewa, Nama Ferdy Sambo Jadi Trending Topic

Dengan demikian, lanjutnya, ketika seseorang dijatuhi sanksi etik, bukan berarti dugaan pidananya dikesampingkan. Pelanggaran etik akan tetap diproses, begitu pula dengan pelanggaran pidana yang juga akan tetap diproses secara sejajar.

"Contohnya, dulu kasus Pak Akil Mochtar (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi) di MK. Ketika yang bersangkutan ditahan karena sangkaan korupsi setelah di-OTT (operasi tangkap tangan), maka tanpa menunggu selesainya proses pidana pelanggaran etiknya diproses dan dia diberhentikan dulu dari jabatannya sebagai hakim MK melalui sanksi etik," kata Mahfud.

Mahfud mengatakan bahwa hal tersebut mempermudah pemeriksaan pidana karena yang bersangkutan tidak bisa turut membantu merampungkan di Mahkamah Konstitusi. "Dia tidak bisa cawe-cawe di MK," ucap Mahfud.

Beberapa lama setelah sanksi etik dijatuhkan, barulah dijatuhi hukuman pidana. Menkopolhukam ini menjelaskan bahwa pemeriksaan pidana itu lebih rumit, sehingga lebih lama daripada pemeriksaan pelanggaran etik.

Oleh karena itu, ia meminta kepada publik untuk tidak perlu khawatir karena penyelesaian masalah etika ini akan mempermudah pencepatan pemeriksaan pidana apabila memang ada dugaan dan sangkaan tentang itu.

"Publik tidak perlu khawatir, penyelesaian masalah etika ini malah akan mempermudah pencepatan pemeriksaan pidana," kata Mahfud. ANTARA

Load More