Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 04 November 2022 | 13:50 WIB
Sejumlah perwakilan dari Aremania menunjukkan berkas untuk menjadi tambahan pasal terhadap tersangka yang akan menjalani sidang, Kamis (3/11/2022). [Kontributor Suarajatim.id/ Yuliharto Simon]

SuaraJatim.id - Pentolan suporter Arema FC mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Mereka didampingi Federasi Kontras. Di sana, mereka berdiskusi dengan jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani enam tersangka kasus kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang.

Beberapa pentolan Aremania (sebutan untuk suporter Arema FC) itu, memohon kepada kejaksaan untuk mengusulkan ke penyidik Polda Jatim, agar menambahkan pasal yang diberikan kepada para tersangka.

Menurut mereka, pasal 359 dan 360 KUHP, Pasal 103 ayat (1) jo Pasal 52 Undang undang No 11/2022 tentang Keolahragaan, tidak akan bisa mengurai dan menemukan perbuatan pidana, sesuai fakta hukum. seharusnya, juga diberikan pasal 351, 354 dan 338 KUHP.

"Kami berharap, Kejati Jatim bisa memberikan masukan kepada penyidik kepolisian untuk membongkar kembali pasal yang diberikan," kata Perwakilan Federasi Kontras, Andy Irfan saat bertemu dengan peneliti Kejati Jatim, Kamis (3/11/2022) kemarin.

Baca Juga: PT LIB dan Klub Mulai Diskusikan Kelanjutan Liga 1 2022-2023

Ada beberapa poin yang menjadi acuan mereka dalam memberikan permohonan itu. Pertama, rekonstruksi yang dilakukan polisi, bukanlah kejadian yang sebenarnya.

"Kami punya olah digital forensik. Nanti kita sampaikan juga ke kejaksaan," ucapnya.

Dari Digital Forensik itu, terlihat aparat keamanan menembakkan gas air mata dengan sengaja ke arah tribun. Padahal, penonton di tribun sama sekali tidak melakukan tindak kekerasan. Atau ancaman kekerasan kepada personel aparat keamanan.

Video yang tim gabungan itu miliki, berdurasi selama 3 menit 80 detik. Terlihat tindakan kekerasan yang mematikan adalah di detik 22 sampai detik ke 50 sekian. Di video itu, terdapat sedikitnya 43 kali penembakan gas air mata ke arah tribun penonton.

"Dari video itu, minimal unsur penyiksaan dapat. Sampai pada pembunuhan. Saat kejadian, ada yang meninggal di tempat. Ada yang meninggal beberapa menit kemudian. Jadi ada banyak jenazah yang meninggal di tribun. Ini kaitannya penyiksaan dan pembunuhan," bebernya.

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, LPSK Dorong Penyidik Jerat Tersangka Pasal Penganiayaan Hingga Kekerasan Anak

Kedua, korban yang meninggal banyak dari anak-anak. Sehingga, harusnya pasal penyiksaan terhadap anak juga dimasukkan. Itu yang sampai saat ini, belum disentuh oleh penyidik Polri.

Pun termasuk autopsi dan visum. Sampai saat ini, tindakan itu tidak pernah dilakukan. Alhasil, tim medis dan dokter tidak bisa bicara terkait penyebab kematian, lalu mata merah yang sudah berminggu-minggu tidak sembuh dan pecahnya pembuluh darah.

"Berdasarkan KUHP, orang yang meninggal di tempat umum, tidak perlu persetujuan keluarga untuk dilakukan autopsi. Kami memohon banget, agar kejaksaan untuk memberikan masukan kepada kepolisian," tegasnya.

Totok Satyo Noegroho atau akrab disapa Kacong, mewakili Aremania menambahkan, masih banyak video yang masih belum terpublikasi. "Di video itu, lebih serem lagi. Tapi, kami sangat hati-hati untuk menyebarluaskan video itu," ucapnya.

Di sisi lain, Bambang Winarno, jaksa peneliti di Kejati Jatim menjelaskan, untuk berkas perkara keenam tersangka itu, dinyatakan P-18 atau hasil penyidikan belum lengkap. Secara materiil dan formil.

Sehingga tim peneliti dari Kejati Jatim, akan melakukan P-19 (pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi).

"Kasus ini sudah menjadi atensi pimpinan. Kami mohon dukungan dan doanya agar kasus ini cepat terselesaikan," ucapnya.

Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia

Load More