Mastur tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi. “Apakah ada miskomunikasi antara pimpinan dan bawahan, saya juga tidak paham. Atau karena pencitraan mengatakan menjelang pilkada, saya juga tidak paham,” katanya.
Camat Kaliwates Asrah Joyo Widono melakukan klarifikasi melalui situs resmi Pemerintah Kabupaten Jember, Jumat kemarin.
Ia mengakui ada kesalahan komunikasi dalam pemberian bantuan itu. Menurutnya, para santri mahasiswa yang berasal dari luar Jember belum terdata dengan lampiran kartu keluarga.
“Karena bantuan yang diberikan oleh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) saat itu menggunakan KK,” katanya. Bantuan didistribusikan kepada korban yang terdata sesuai dengan kartu keluarga yang sudah terkumpul di BPBD Jember.
Baca Juga:Habis Diliput Media, Bupati Jember Tarik Bantuan dari Korban Banjir
Namun masalah itu sudah selesai. “Saat ini kekurangan bantuan ke ponpes tersebut sudah terpenuhi sejumlah 18 santri,” kata Asrah.
Ketua Barisan Reaksi Cepat Garda Pemuda Nasdem David Handoko Seto menyesalkan kehebohan tersebut.
Menurutnya, itu seharusnya tak terjadi, karena setiap kali terjadi bencana, BPBD selalu melakukan penaksiran atau penilaian terhadap kerusakan dan jumlah korban terdampak.
“Biasanya ketika pejabat turun ke lokasi bencana, mereka sudah pegang data. Mereka yang mendapat bantuan sudah terdata, tidak melihat apakah itu orang Jember atau bukan. Siapapun yang terdampak bencana wajib diberi bantuan, tidak perlu memakai alasan kartu keluarga,” katanya.
Anggota Komisi D DPRD Jember Dannis Barlie Halim menyoroti masalah komunikasi antara pejabat pemangku kepentingan.
Baca Juga:Bupati Jember Bantah Terima Jatah 'Upeti' Fee Proyek
“Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi jika komunikasi antar stakeholder terjalin dengan baik,” katanya.
Dannis mengatakan, camat bertanggung jawab untuk mengetahui rinci kebutuhan di daerah masing-masing.
“Saya berharap kedepan hal ini tidak perlu terjadi lagi, hanya karena kurangnya koordinasi antar instansi terkait,” katanya.