SuaraJatim.id - Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hari pertama telah dilakukan di kawasan Surabaya Raya yang meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo.
Selama masa PSBB pasar masih tetap beroperasi, namun beroperasinya ini memiliki pembatasan jam operasional atau buka tutup. Hal tersebut dilakukan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.
Seperti di Pasar Krian Sidoarjo yang jam operasionalnya dibagi menjadi dua waktu, yaitu pukul 04.00-11.00 WIB dan pukul 16.00-20.00 WIB.
Kondisi tersebut ternyata memberikan dampak penurunan omzet bagi para pedagang di pasar. Seperti para pedagang jam yang mengeluhkan sangat sepi pendapatan semenjak diberlakukannya PSBB.
Baca Juga:Pelanggar PSBB Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo Akan Dihukum Mulai 1 Mei
"Hari pertama PSBB diberlakukan, kami sebagai pedagang kaki lima merasa terpuruk. Baru dibuka kemudian tutup belum ada penghasilan," keluh salah satu pedagang jam di Pasar Krian Bajuri (52) saat ditemui Kontributor Suara.com, Selasa (28/4/2020).
Bajuri mengaku selama masa pandemi Virus Corona, penghasilannya makin menurun. Alhasil untuk memenuhi kebutuhan keluarganya saat ini tak cukup.
"Dampak dari (pandemi) ini saya nggak dapat penghasilan. Belanja buat sehari-hari jadi kurang atau bahkan nggak ada" ujarnya.
Dalam sehari, Bajuri biasa mendapatkan hasil sebanyak Rp 300-400 ribu. Akibat pandemi ini, ia sehari hanya pulang membawa uang Rp 100 ribu saja. Bahkan di hari pertama PSBB, ia hanya mendapatkan sebesar Rp 25 ribu saja.
"Rp 100 ribu itu sehari pas masa-masa kayak gini, itu juga sama modalnya. Jadi untungnya cuman sedikit saya. Kalau sekarang ini, sudah jam segini saya cuma dapat Rp 25 ribu tok mas" lanjutnya.
Baca Juga:Di Perbatasan Surabaya-Sidoarjo, Puluhan Kendaraan Dipaksa Putar Balik
Kini, para pedagang jam yang ada di Pasar Krian hanya bisa pasrah dan tetap setia menunggu para pembeli maupun orang-orang yang akan menservis jam atau hanya sekedar mengganti baterai.
"Ya saya disyukuri aja mas, dapatnya seberapa. Mau gimana lagi. Kita di sini ya tinggal nunggu aja orang-orang yang mau belanja di kita, kayak ganti baterai atau servis jam mereka. Itu aja mas," katanya.
Menurut Bajuri jam operasional dan ketakutan masyarakat saat pandemi seperti ini lah yang membuat omzet usahanya tersebut menurun secara drastis. Ia yang biasa mendapatkan penghasilan sekitar Rp300-400 ribu kini hanya mendapatkan Rp25-100 ribu saja.
"Pasar itu kan ndak mesti, kadang sampai pukul 09.00 WIB. Lakunya pukul 13.00 WIB. Jadi nggak mesti. Hari ini cuman satu pelanggan doang, jam segini mau balik, makanya hancur (omzetnya)," jelasnya.
Bajuri yang telah berjualan selama 21 tahun ini juga menilai banyak masyrakat yang takut untuk datang ke pasar karena virus corona yang penyebarannya dengan mudah ditularkan.
"Sering gak dapat biasanya, paling banter (cepat) dapat Rp100 ribu itu sama modalnya selama covid. Sebelum covid orang gak takut itu masih banyak orang ke pasar ini kan orang pada takut semua," tambahnya.
Kontributor : Arry Saputra