"Membuat ini (ledok) ya satu bulan lah, selambat-lambatnya 1,5 bulan," kata Subeki kepada Kontributor Suara.com.
Sama seperti yang lain, ledok rakitan Subeki juga bisa berjalan maju dan mundur. Tentu saja hal itu tak biasa, mengingat mesin sepeda motor biasanya hanya bisa bergerak maju, tak bisa berjalan mundur.
"Kalau persnelingnya mobil masih dipakai, itu (ledoknya) bisa mundur. Kalau nggak dipakai ya nggak bisa mundur," ucap Subeki.
Sebenarnya ledok tersebut bukanlah satu-satunya karya Subeki. Masih ada satu kendaraan roda empat lainnya yang juga merupakan buah tangannya, yakni pikap bermesin sepeda motor.
Baca Juga:Keren! Pelajar di Kediri Ciptakan Drone Berdaya Asam Pohon Pepaya
Hanya saja pikap itu merupakan pesanan seorang klien. Subeki sendiri hanya merakit bodi pikap, sekaligus memasang dan memodifikasi mesin sepeda motor bebek sebelum dipasang ke badan pikap.
"Yang mesin (sepeda motor) shogun dipasang di pikap itu pesanan orang. Mesinnya dari sana (klien), bodi kendaraan dari sana. (Saya cuma) merakitkan," ungkapnya.
Sebagai montir, Subeki memasang tarif antara Rp 5 juta sampai Rp 7 juta untuk memasangkan mesin sepeda motor ke kendaraan pengangkut barang yang rusak seperti pikap dan ledok.
"Untuk ledok ini (bermesin sepeda motor kecepatannya) sekitar 40-50 (kilometer/jam) lah. Lebih hemat kalau pakai ini, ya seperti sepeda motor biasa. Kemungkinan ini jarak 25 kilometer (habis) satu liter (bensin)," urainya.
Tak ada yang mengajari Subeki memodifikasi kendaraan bermotor. Adapun keahliannya sebagai montir diperolehnya secara autodidak, pun dalam memasang mesin sepeda motor ke pikap maupun ledok.
Baca Juga:Libur Sekolah karena Corona, Siswa MAN Kediri Buat Drone dari Sampah
"Jadi nggak ada yang mengajari, cuma inisiatif sendiri. Kebetulan punya mesin sepeda motor, lalu punya (bodi) sasis (suzuki) carry, lalu saya otak-atik begitu (kemudian menjadi ledok)."