Rentetan peristiwa bejad itu akhirnya berakhir saat NF melarikan diri ke rumah pamannya pada Kamis (3/7/2020), NF mengaku terakhir kali diperkosa DA pada 28 Juni 2020 pekan lalu.
Sejak saat itu, NF didampingi keluarga dan kuasa hukum memberanikan diri melaporkan DA ke Polda Lampung dengan Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTLP/VII/2020/LPG/SPKT beserta bukti-bukti berupa visum dan kesaksian NF bersama keluarga dan pendampingnya.
Akibat perbuatan DA, NF kini mengalami trauma yang kian parah, ia dikabarkan takut bertemu dengan orang baru terlebih orang-orang berseragam Pegawai Negeri Sipil layaknya DA.
"Kemarin dari dinas provinsi datang mau ngambil NF ini tinggal di rumah aman, tapi NF masih trauma dengan orang baru, dia enggak percaya apalagi berbau instansi dan seragam karena DA ini kalau datang pakai seragam, bahasanya anak, tapi ternyata begitu malah sebaliknya," katanya.
Baca Juga:Kepala P2TP2A Ancam Korban NF: Awas Kamu Ngomong, Saya Cincang dan Santet
NF yang tengah mengurus proses pendaftaran sekolah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) juga sedikit terganggu, dia seharusnya sedang senang-senangnya menggunakan seragam biru putih SMP baru pada tahun ajaran baru ini.
"Dia kelas 6, mau daftar ke SMP Negeri ini, belum ngecek ini, dia daftar di SMP Negeri, si NF belum ngecek karena sama kami belum boleh keluar dulu, nanti sekolah saja bisalah, enggak harus di negeri, sekarang kita amankan dulu," pungkas Abdul.
Kasus ini dikecam banyak pihak mulai dari publik, KPAI hingga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga yang menyebut pelaku dihukum seberat-beratnya.
"Kami meminta aparat penegak hukum setempat mengusut kasus ini hingga tuntas dan tidak segan-segan memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak," kata Bintang dalam keterangannya.
Dalam kasus ini, DA bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Baca Juga:Kepala P2TP2A Lampung Timur Rekam Aksi Bejatnya saat Perkosa NF
Menurut UU Perlindungan Anak, jika kekerasan seksual itu dilakukan berkali-kali mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, bahkan korban hingga meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.