SuaraJatim.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun ke Kabupaten Jember, Jawa Timur, menyelidiki pengadaan pelampung nelayan. Sejumlah pejabat diperiksa.
Kedatangan KPK ini diakui dengan terus terang oleh Sekretaris Daerah Jember Mirfano, Senin (27/7/2020).
Dia sendiri dimintai keterangan oleh KPK, Selasa (21/7/2020) di Markas Kepolisian Resor Jember, seperti dilansir beritajatim.com.
“Saya dimintai keterangan mulai pukul 11.00 WIB sampai habis Isya, sekitar pukul 20.00 WIB,” katanya.
Baca Juga:KPK Cium Adanya Korupsi di Kabupaten Jember, Sudah Ada Penyelidikan
Jaket pelampung ini diadakan oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Jember Tahun 2018. Selain itu ada beberapa hal yang juga ditanyakan KPK.
“Tapi saya tidak bisa menyebutkan,” katanya.
Selain dirinya, ada pejabat ULP (Unit Layanan Pengadaan) Pemkab Jember yang juga dimintai keterangan.
Masalah ini sempat mengemuka setelah DPRD Jember mengungkap adanya ribuan jaket pelampung yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Jember 2018 ternyata belum disalurkan.
Jaket-jaket itu tersimpan rapi di Aula Joko Tole, Gedung Persatuan Guru Republik Indonesia, Jalan Trunojoyo.
Baca Juga:Dimakzulkan, Bupati Jember Faida Bakal Maju Pilkada dari Jalur Independen
Semua jaket berwarna oranye itu ditempel foto Bupati Faida dan Wakil Bupati Abdul Muqiet Arief.
Dalam LKPJ Bupati 2019 yang disampaikan kepada DPRD Jember disebutkan, jaket pelampung masih dalam tahap branding dan belum terdistribusikan.
Nilai anggarannya Rp 1,949 miliar. Menurut keterangan staf Dinas Perikanan dan Kelautan M. Adi, anggaran ‘branding’ berupa foto emblem bupati dan wabup sebesar Rp 1,7 miliar dikelola Dinas Perikanan dan Kelautan dan selesai dikerjakan pada 26 Desember 2019.
Sementara anggaran pengadaan barangnya di Bagian Pembangunan Pemkab Jember.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI Achsanul Qosasih sempat menyoroti pengadaan jaket pelampung untuk nelayan itu.
Dia menyebut pengadaan ribuan jaket pelampung nelayan di Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Jember tidak lazim. Lazimnya pengadaan jaket pelampung itu dianggarkan di Dinas Perikanan dan Kelautan.
“Kalau sudah proses begitu, sudah pasti jadi temuan. Antara yang dianggarkan, yang menganggarkan, dan yang melaksanakan berbeda. Itu memindahkan mata anggaran. Pasti itu jadi temuan,” katanya.
Achsanul tidak omong kosong. Dalam audit BPK terhadap laporan keuangan Dinas Perikanan untuk APBD 2019, terdapat realisasi belanja cetak branding (pemasangan atribut) pelampung atau life jacket sebesar Rp 1,887 miliar.
Pelampung yang diberi branding tersebut akan dibagikan ke masyarakat nelayan.
Menurut BPK, seharusnya dianggarkan dan direalisasikan sebagai belanja barang yang diserahkan ke masyarakat, bukan belanja cetak.