SuaraJatim.id - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebetulnya telah merestui rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia dan bisa digunakan untuk keperluan medis.
Namun kenyataannya tidak semua negara bisa menuruti rekomendasi WHO tersebut dengan perbagai pertimbangan berbeda. Apalagi sampai harus melakukan legalisasi ganja.
Di Indonesia sendiri, wacana legalisasi ganja juga beberapa kali mencuat. Paling baru terjadi awal tahun ini ketika Polisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rafli Kande mendorong agar ganja menjadi komoditas ekspor.
Namun demikian, tidak semua sepakat dengan legalisasi ganja. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) bahkan tegas menolak rencana legalisasi ganja tersebut. Hal ini ditegaskan Kepala BNNP Jawa Timur Brigadir Jenderal Polisi Idris Kadir.
Baca Juga:155 Massa Aksi 1812 Ditangkap Polisi, Ada yang Bawa Sajam hingga Ganja
"Ganja muncul polemik sehingga dilegalkan. Kami penegak hukum mempunyai kendala. Ini salah menafsirkan sehingga menjadi legal," ujarnya di Surabaya, seperti diberitakan Antara, Senin (21/12/2020).
Idris mengungkapkan, sejauh ini memang sudah ada beberapa negara telah melegalkan ganja. Di Indonesia isu tersebut mencuat ketika Rafli Kande mengusulkan ganja dijadikan komoditas ekspor.
"Tapi BNN menyatakan narkotika tetap tidak dibenarkan. Terlebih ganja yang bersumber dari Indonesia seperti Aceh itu ganja-nya ketika di laboratorium THC (zat kimia tetrahydrocannabinol) jauh lebih tinggi kualitasnya," ucap-nya.
Anjuran agar ganja dilegalkan untuk medis sebenarnya pernah disampaikan WHO pada awal 2019, namun ganja bisa digunakan untuk medis dan harus ada kontrol ketat.
Sejauh ini beberapa negara yang melegalkan ganja untuk kepentingan medis di antaranya seperti Kanada, Meksiko, Jerman, Denmark, Australia, dan Thailand.
Baca Juga:Petugas BNN Berburu Tanaman Lebih dari Ganja di Hutan, Apa Itu?